Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Boleh Saja Capres Berlatih Tinju Atau Pencak Silat, Tapi Miliki Jiwa Satria
Menarik juga ketika calon presiden (capres) memasuki tahun Pilpres 2019 mulai melatih diri olahraga ilmu bela diri apa itu tinju, judo, karate
Editor: Toni Bramantoro
Oleh: Alex Palit
Menarik juga ketika calon presiden (capres) memasuki tahun Pilpres 2019 mulai melatih diri olahraga ilmu bela diri apa itu tinju, judo, karate, kungfu atau pencak silat, atau juga panco.
Siapa tahu dalam debat Pilpres 2019 nanti setiap capres juga disyaratkan untuk unjuk peragakan ketrampilan jurus bela diri, atau malah ada adu panco.
Di sini saya tidak ingin berandai-andai apakah nantinya ada persyaratan seseorang yang akan mencalonkan diri sebagai calon presiden (capres) di laga kompetisi Pilpres 2019 disyaratkan memiliki ketrampilan olahraga jago bertinju, judo, karate, kungfu atau pencak silat.
Pastinya tidak ada larangan bagi capres untuk berlatih atau memperdalam ilmu olahraga bela diri yang disukai tinju, judo, karate, kungfu atau pencak silat agar senantiasa raganya tetap sehat, bugar dan prima.
Boleh-boleh saja dan tak ada larangan siapa pun capresnya yang nantinya maju di laga kontestasi Pilpres 2019 untuk membekali diri dengan ketrampilan olahraga bela diri tinju, judo, karate, kungfu atau pencak silat. Termasuk membekali diri memperdalam ilmu ketrampilan silat lidah.
Tapi jangan lupa, siapa pun itu capresnya hendaknya tidak sekadar memperdalam ilmu raga, tapi juga membekali diri dengan ngelmu olah batin yaitu jiwa satria.
Di artikel ini saya sengaja menampilkan foto bambu unik trisula sebagai simbolisasi sebagaimana merujuk pada ramalan Prabu Jayabaya prihal Ratu Adil, bahwa seorang pemimpin (baca: Ratu Adil) harus bersenjatakan trisula.
Di mana makna trisula ini dalam konsep Ratu Adil bahwa seorang pemimpin itu harus berjiwa atau memiliki karakter Satria Bhayangkara, Satria Panandita, danSatria Raja.
Pertama, berjiwa “Satria Bayangkara” yaitu sosok pemimpin yang memiliki kewibawaan dan ketegasan dalam bersikap dan bertindak.
Setia pada janji, satunya kata dengan perbuatan, tidak mencla-mencle. Melindungi dan mengayomi rakyatnya, berjiwa pemaaf terhadap lawan politiknya dengan mengacu pada spirit mikul duwur mendem jero.
Kedua, berjiwa “Satria Panandita” adalah sosok pemimpin yang religius, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika dan moralitas. Amanah dalam mengemban tugas demi kesejahteraan rakyat, dan tidak korup mengejar hasrat duniawi demi kepentingan diri sendiri, kerabatnya atau koleganya.
Ketiga, berjiwa “Satria Raja” adalah sosok pemimpin berjiwa negarawan yang mengabdi demi dan untuk mensejahterakan rakyatnya, bukan menjadi abdi negara demi kekuasaan yang korup sebagai komparador untuk kepentingan asing.
Semua itu dikembalikan lagi pada penilaian rakyat Indonesia dalam menilai, memilah dan memilih apakah dan siapahkah sejatinya sosok capres yang nantinya akan berlaga di kontestasi Pilpres 2019 sudah menceminkan dan merepresentasikan berjiwa satria.
Di pundak pemimpin berjiwa dan berkarakter Satria Bayangkara, Satria Pandhita dan Satria Raja inilah rakyat Indonesia mendambakan dan menggantungkan harapan datangnya pemerintahan “Ratu Adil”, bukan sekadar main adu pencitraan jago bermain tinju atau pencak silat, atau bersilat lidah.
* Alex Palit, citizen jurnalis, penyuka dan kolektor bambu unik, pendiri Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN)