Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Partai Politik dan Oligarki

Multipartai setelah reformasi memang lebih baik ketimbang satu partai ditambah dua partai pelengkap di masa Orde Baru.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Partai Politik dan Oligarki
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Direktur SETARA Institute Hendardi. 

Berikut beberapa akar masalahnya.

Pertama, para elite politik dan negara tak bisa lagi memerintah dengan cara yang sama seperti rezim Soeharto, dengan mengandalkan kekuatan militer. Meski rezim Soeharto tumbang, oligarki bisa bercokol kembali dengan mengorganisasikan ulang kekuasaan melalui koalisikoalisi baru setelah reformasi.

Kedua, pasca-Soeharto, partai politik menjadi kendaraan penting menuju aparatur negara. Partaipartai ikut Pemilu baik mengusung calon anggota DPR dan DPRD maupun koalisi partai-partai mengusung calon presiden dan wakil presiden. Dalam Pilkada, partai-partai juga mengusung pasangan calon gubernur, bupati dan walikota.

Ketiga, oligarki berkepentingan memupuk kekayaan yang sumbernya masih sama seperti di bawah rezim Soeharto, yaitu sumber kekayaan dan fasilitas negara.

APBN/APBD, proyekproyek pemerintah, konsesi penguasaan lahan, kontrak-kontrak pasokan, serta perizinan berbagai usaha menjadi sarana pemupukan kepentingannya. Pola pemupukan kekayaan ini menyebabkan “negara korup” tetap bertahan.

Politik pasca-Soeharto ditandai oleh berbagai elemen masyarakat yang juga masih terus tenggelam dalam disorganisasi. Mereka tak dapat bangkit untuk mengorganisasikan diri ke dalam suatu organisasi yang bisa menjadi tandingan kekuasaan oligarki.

Dampak disorganisasi masyarakat itu memuluskan jalan bagi suatu pengorganisasian ulang kekuasaan (reorganizing power) oligarki (Robison dan Hadiz: 2004). Partai-partai politik berada dalam jangkauan mereka sebagai jalan untuk menguasai aparatur negara, yaitu parlemen dan pemerintahan.

Berita Rekomendasi

Keunggulan oligarki terletak pada kekuatan bisnis dan uang, selain politik. Keunggulan ini pula yang menyebabkannya dapat menemukan jalan kembali dan terus bertahan dalam situasi politik yang berubah. Lagi pula, perubahan berlangsung melalui institusi-institusi politik tanpa menyentuh akar masalahnya, yaitu kekuasaan oligarki.

Karena itu, tak heran jika banyak parpol berada dalam cengkeraman oligarki. Golkar misalnya, meski dibesarkan di dalam negara Orde Baru, tetap bisa menjadi kendaraan politik penting bagi oligarki dalam berebut sumber daya negara hingga kini. Hal ini sekaligus menandai perubahan tipe dari oligarki sultanik ke oligarki penguasa kolektif (Winters: 2011).

Oligarki juga tak lagi menumpuk di Golkar. Mereka pun saling bersaing, dengan menyeberang partai lain atau membentuk partai baru. PDIP yang awalnya sebagai oposisi, juga menarik masuk sejumlah pengusaha atau pebisnis untuk menduduki jabatan di partainya. PAN tak ketinggalan mengikuti jejak yang sama, menyediakan posisi pada pebisnis.

Gejala masuknya oligarki dalam parpol semakin tak terbendung. Partai Demokrat yang muncul setelah Pemilu 1999, tetap tak terlepas dari jangkauan oligarki hingga SBY bisa melenggang dua periode terpilih jadi presiden. Dalam periode ini pula terselip skandal bailout Bank Century serta “mafia migas”.

Berturut-turut, mereka yang hengkang dari Golkar membesut beberapa partai baru. Prabowo Subianto bersama adiknya Hashim, yang juga seorang konglomerat, mengibarkan Partai Gerindra. Wiranto mendirikan Partai Hanura yang kini diketuai seorang pengusaha. Belakangan “putra Cendana”, Tommy Soeharto membesut Partai Berkarya.

Gejala oligarki menguasai partai ditunjukkan pula dengan Surya Paloh, seorang konglomerat media dan properti, yang memimpin Partai Nasdem. Konglomerat yang sama, Hary Tanoesoedibjo, mengerek partai baru, Partai Perindo.

Partai baru lainnya, Partai Garuda, disebutsebut ada keluarga Cendana di belakangnya. PKB di bawah sentuhan Muhaimin Iskandar, juga menarik beberapa pengusaha.

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas