Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ilusi Daya-Saing Ekonomi-Negara
Sejak Adam Smith merilis hasil observasinya di zona Eropa Daratan abad 18 M dalam An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of the Nations
Editor: Toni Bramantoro
Pasar tidak pernah dapat mengadopsi keadilan sosial. Pasar bukan obat ketimpangan sosial-ekonomi sejak Revolusi Industri di Eropa Barat abad 19 M. Obat jitu terhadap setiap ketimpangan sosial-ekonomi selama lebih dari 100 tahun terakhir hanya koperasi.
Pasal 33 ayat (1,2,3) UUD 1945 tidak diamandemen oleh MPR RI hasil Pemilu 1999. Maka Penjelasan UUD 1945 tentang pasal ini masih berlaku. Isinya, bahwa usaha bersama berazas kekeluargaan ialah koperasi!
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh Negara. Amanat Pasal 33 UUD 1945 ini memerintahkan Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus bertugas untuk melayani sektor sosial-ekonomi-lingkungan bagi Rakyat Negara RI.
Hingga hari ini, tak satu pun negara dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mampu mengatasi pemanasan global dan perubahan iklim. Tandanya di langit telanjang bagi kita: lapisan ozon, yang ditemukan pertama kali oleh ahli fisika Charles Fabry asal Perancis (1913), kian terkoyak. Jika lapisan ini musnah di atmosfir, kehidupan di planet bumi berisiko musnah. Ini pula yang saya sebut : ‘Ilusi daya-saing ekonomi negara’.
Padahal, tugas Pemerintah Negara RI menurut alinea IV Pembukaan UUD 1945 ialah ‘melindungi segenap Bangsa dan seluruh tumpah darah’, maka indikatornya bukan ‘win-lose’ di pasar global, tetapi berfungsi atau tidak berfungsinya pemerintahan negara melaksanakan tanggungjawab sosial-ekonomi-lingkungannya sesuai amanat Pembukaan UUD 1945.
* Komarudin Watubun, Ketua Dewan Kehormatan DPP PDI Perjuangan