Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
10 Jam Bersama Panglima TNI Menyusuri Kepulauan Terluar
Saya bersama Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang serta anggota Komisi III Ahmad Sahroni turut dalam rombongan tersebut
Editor: Rachmat Hidayat
Oleh Ketua DPR Bambang Soesatyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Hujan dan langit gelap menyelimuti Jakarta, Senin (23/4/2018) pagi. Namun, kondisi tersebut tidak menyurutkan langkah Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto bersama para petinggi TNI lainnya meninjau keamanan daerah terluar di Indonesia, di Kepulauan Natuna.
Saya bersama Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang serta anggota Komisi III Ahmad Sahroni turut dalam rombongan tersebut. Pukul 07.45 WIB pesawat Boeing 737-400 VIP TNI Angkatan Udara lepas landas dari Lanud TNI AU Halim Perdana Kusuma, Jakarta. Penerbangan dari Jakarta menuju Kepulauan Natuna ditempuh sekitar 1,5 jam.
Jelang memasuki kawasan ruang udara (Flight Information Region/FIR) Kepulauan Natuna, empat pesawat tempur F-16 bergabung untuk melakukan pengawalan. Dua pesawat F-16 berada di sisi kiri, dan dua lagi berada di sisi kanan.
Pengawalan dilakukan agar pesawat yang kami tumpangi bisa mendarat dengan aman di Lanud Raden Sadjat Ranai, Kepulauan Natuna. Pasalnya, hingga kini FIR Natuna sektor A masih dipegang oleh otoritas Singapura. Sedangkan, FIR Natuna sektor B dan C dipegang Malaysia.
Kondisi ini sangat ironis. Karena, kedaulatan udara wilayah kita justru berada pada genggaman negara tetangga. DPR RI melalui UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan telah mengamanahkan selambatnya dalam jangka waktu 15 tahun, FIR Natuna sudah harus diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah mempunyai batas waktu hingga 2024.
Presiden Joko Widodo sendiri di awal pemerintahannya secara tegas menargetkan masalah FIR di Natuna dapat diambil alih Indonesia paling lambat di tahun 2019. Jokowi memberikan target lebih cepat dari yang diamanahkan UU.
Berbagai langkah dilakukan lintas kementerian untuk mewujudkan hal tersebut. Pemerintah Indonesia telah membentuk tiga tim, yaitu tim teknis, tim regulasi dan tim diplomasi. Tim telah melakukan berbagai perundingan dengan pihak Singapura dan Malaysia. Hasilnya cukup memuaskan. Jika tidak ada aral melintang, FIR sektor B dan C sudah bisa dipegang oleh Indonesia pada tahun ini.
Pengambilalihan FIR Natuna sangat penting, karena di Kepulauan Natuna sedang dibangun pangkalan militer untuk menjaga kedaulatan wilayah NKRI. Posisi Kepulauan Natuna yang menghadap Laut China Selatan sangat strategis dalam menjaga adanya intervensi asing ke Indonesia. Selain, mengantisipasi berbagai potensi ancaman yang datang dari kondisi politik global yang tak menentu.
Kegusaran yang sama dirasakan pula oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Pengambil alihan FIR Natuna seperti menjadi pertempuran era modern dalam menjaga nafas NKRI.
Saya menegaskan, tidak hanya Panglima TNI yang tak rela kedaulatan bangsa kita dikontrol negara tetangga. DPR juga berpandangan yang sama.
Sangat aneh juga rasanya jika pangkalan militer di Natuna sudah beroperasi, namun setiap pergerakan pesawat tempur Indonesia harus izin terlebih dahulu kepada otoritas udara di Singapura. Bangsa dan negara kita seolah menjadi tidak mempunyai kemerdekaan dan kedaulatan.
Tinjau Kesiapan Prajurit
Usai mendarat di Pangkalan Udara Raden Sadjat Ranai, Kepulauan Natuna, rombongan Panglima TNI langsung bergerak menggunakan Helikopter EC-725. Tujuan kali ini menuju Pos Pengamanan Pulau Terluar sebelah utara Indonesia di Pulau Sekatung.