Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Ramadan di Paris, Menggali Dimensi Rohaniah di Tengah Ritus Kehidupan Bangsa Eropa

Di penghujung bulan suci Ramadan 1439 H – 2018 M, saya sempat bertandang ke Perancis. Dalam rangka tugas budaya mengikuti sidang 7th General Assembly

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Ramadan di Paris, Menggali Dimensi Rohaniah di Tengah Ritus Kehidupan Bangsa Eropa
koleksi pribadi
Eddie Karsito 

Namun hal ini menjadi ‘uji nyali’ bagi muslim yang sedang berpuasa di bulan suci Ramadan. Apalagi rentang waktu berpuasa di Paris atau di Negara-Negara Eropa lainnya hingga 21 jam. Jauh lebih lama dibanding di Indonesia yang hanya 13 jam. Lamanya berpuasa mengacu pada peredaran matahari yang memengaruhi lamanya putaran waktu siang ketimbang malam.

Konon ada sekitar 5-10% populasi muslim di Perancis, namun tak membangun atmosfir kultur keislaman di kota Paris. Apalagi dapat menjemput berkah lailatul qadar sepuluh malam terakhir di bulan suci Ramadan. Bulan suci Ramadan di kota ini tak ada bedanya dengan bulan-bulan lainnya. Tetapi inilah budaya kota dengan wajah hedonism; the pursuit of pleasure; sensual self-indulgence, dengan surga dunianya.

Melaksanakan ibadah puasa di kota Paris, sekaligus dapat merasakan dan menghayati bagaimana rasanya menjadi kaum minoritas. Saya merasa hanyalah noktah; sel-sel kecil dari pusaran manusia dengan berbagai latar belakang peradaban. Pengalaman ini setidaknya menjadi kajian menarik bagi saya, tentang perubahan paradigma khalayak terhadap keyakinan seseorang.

Pergi ke Paris, bagi saya adalah ibadah yang menggali dimensi rohaniah dan ritus kehidupan. Banyak mengajarkan kepada saya bagaimana menjadi Islam yang toleran dan tidak memaksakan kehendak. Menahan diri dari sifat kegundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah, serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah.

Di kota Paris, saya akhirnya banyak belajar tentang sabar. Sabar menahan pandangan. Bersikap ‘iffah,’ ; menahan diri dari syahwat perut dan kemaluan. Menurut orangtua saya; sabar lan nrimo, sumarah marang Gusti (sabar dan merima, serta pasrah kepada Tuhan), seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan. Sabar dapat menjaga konsistensi menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Barokallahu. Salamun qoulam mirrobbirrohiim.

Saya ucapkan Selamat Idul Fitri, 1 Syawal 1439 H/15 Juni 2018. Mohon Maaf Lahir dan Batin.

* Eddie Karsito adalah Wartawan, Penggiat Budaya, Aktor Film dan Sinetron Indonesia

Eddie Karsito
Berita Rekomendasi
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas