Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Blog Tribunners

Peran Keluarga dan Masyarakat Pada Pendidikan Anak

RA Kartini, pemikir visioner, sejak ratusan tahun lalu melalui surat - suratnya sudah meyakinkan kita bahwa pendidikan di sekolah tidaklah mungkin cuk

Penulis: J. Ernawanti
zoom-in Peran Keluarga dan Masyarakat Pada Pendidikan Anak
net
Ilustrasi pendidikan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - RA Kartini, pemikir visioner, sejak ratusan tahun lalu melalui surat - suratnya sudah meyakinkan kita bahwa pendidikan di sekolah tidaklah mungkin cukup untuk mendidik generasi Indonesia. Kemitraan keluarga dan masyarakat yang dinamis dan sinergi sangat dibutuhkan dalam pusaran pendidikan anak di satuan pendidikan atau sekolah.

Sebagai seorang pendidik, saya sering miris melihat banyaknya orang tua yang belum memahami peranan dan tanggung jawab keluarga di sekolah. Mereka sering lupa bahwa peran keluarga dalam pendidikan anak di sekolah seharusnya adalah pendidik yang utama dan mitra terbaik sekolah.

Elton Trueblood, seorang pendidik sekaligus penulis terkenal, pernah berkata ada satu pemahaman yang menyatakan keluarga dibentuk oleh setiap individu yang ada di dalamnya, tetapi ada satu pemahaman yang lebih mendalam yakni keluargalah yang membentuk setiap individu di dalamnya.

Masalah yang sering muncul dalam pendidikan anak di sekolah adalah ketika keluarga tidak membentuk anak sebagai individu yang siap belajar dan berinteraksi, sehingga sekolah mengambil begitu banyak tanggung jawab dalam menanamkan nilai-nilai budi pekerti yang pada akhirnya sering tidak berjalan begitu efektif karena keluarga tidak berperan sebagai mitra terbaik sekolah.    

Keluarga dan anak sering menjadi sekutu untuk melanggar peraturan ataupun kebijakan sekolah.

Sebagai contoh, ketika anak ditindak karena terlambat berulang kali, keluarga menentang sekolah dan menyalahkan kemacetan sebagai penyebab keterlambatan anak.

Solusi terbaik tidak diberikan supaya anak belajar taat pada aturan yang ada untuk membentuk dirinya sebagai pelajar yang disiplin.

Keluarga seharusnya meminta anak berangkat lebih cepat supaya tidak ketinggalan pelajaran bukan membuat alasan untuk melindungi anak dari konsekuensi yang sudah diatur oleh sekolah.

Hal ini membawa dampak yang buruk bagi anak karena dilindungi dan tidak diberi kesempatan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Selain itu, alih–alih memberi anak tanggung jawab untuk mandiri di sekolah, keluarga malah sering mengintervensi terlalu jauh proses belajar mengajar anak di sekolah.

Tugas yang diberikan sekolah kepada anak dikerjakan oleh orang tua sehingga mereka merasa kelelahan dan meminta sekolah untuk mengurangi tugas.

Ini memberi pengaruh yang tidak baik kepada anak karena ketika mereka diwajibkan mengerjakan tugas di sekolah, mereka sama sekali tidak punya ide untuk mengembangkan tugas tersebut karena bergantung pada pemikiran orang tua. Hal ini membuat anak cepat menyerah dan tidak gigih dalam melakukan sesuatu. 

Saya teringat tentang satu gaya pola asuh yang ditemukan oleh Diana Baumrind, the permissive parenting sytle, atau pola asuh memanjakan.

Keluarga berusaha memenuhi harapan dan kebutuhan anak disertai dengan aturan-aturan yang sangat longgar.

Anak dengan pola asuh yang seperti ini cenderung menganggap sekolah otoriter apabila dengan tegas menindak mereka apabila melakukan pelanggaran. Kesulitan yang lain terjadi ketika mereka harus berinteraksi dengan siswa lain yang memiliki ragam karakter sehingga mereka tidak mampu mengelola konflik dan kemudian menarik diri dari komunitas.

Keluarga adalah adalah pendidik terbaik siswa, karena pendidikan anak pertama sekali didapatkan dari sana.

Mungkin keluarga dapat menerapkan the authoritative parenting style yang menurut Diana Baumrind adalah pola asuh yang menyeimbangkan pemenuhan harapan kebutuhan anak dengan tuntutan dan kendali sehingga akan terbentuk anak yang percaya diri, berprestasi, mampu bekerja sama, sekaligus pantang menyerah.

Jika peran pertama keluarga ini sudah berjalan dengan baik, sekolah dapat fokus kepada pengembangan akademik, keahlian, dan bakat siswa.

Peran yang kedua  adalah kemitraan dua arah atau yang disebut two way partnership yang bertujuan untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan dari orang tua kepada guru, dan dari guru ke orang tua supaya anak mendapatkan perlakuan yang tepat di sekolah.

Lebih jauh lagi, kemitraan yang dibangun ini akan memberi keuntungan kepada perkembangan karakter siswa karena dapat belajar rasa hormat, melalui hubungan baik sekolah dan keluarga.  

Keuntungan lebih jauh dari two way partnership bagi sekolah menengah adalah siswa dapat mengembangkan potensinya dengan berkompetisi, mendapatkan beasiswa, dan memilih universitas terbaik.

Ada banyak siswa yang tidak begitu mampu dalam hal akademik ternyata memiliki kemampuan olahraga atau seni yang sangat baik, sehingga sekolah melibatkan anak dalam kompetisi olahraga dan unjuk kemampuan dalam bidang seni budaya.

Siswa yang mampu dalam hal akademik akan dipersiapkan untuk mengikuti berbagai ajang perlombaan yang akan memudahkannya mendapatkan beasiswa.

Siswa yang lain akan diarahkan untuk mempersiapkan diri dan melihat universitas yang tepat sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Sehingga setiap anak akan menikmati setiap pilihan-pilihan hidupnya dan bekerja sesuai dengan potensi mereka masing-masing. Dengan kata lain, two way partnership ini akan memberi keuntungan pada kedua belah pihak.

Bagaimana dengan peranan masyarakat terhadap pendidikan anak di sekolah? Selain meningkatkan mutu pendidikan melalui komite sekolah sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No 14, ada peran penting masyarakat dalam pendidikan anak di sekolah adalah internship.

Masyarakat akan membantu pendidikan anak di sekolah dengan menjadi tempat magang. Salah satu sekolah SD di kota saya pernah membawa anak-anak untuk belajar memasak di salah satu restoran milik masyarakat sekitar.

Kebun bunga milik masyrakat dijadikan tempat berkesperimen anak-anak SD.

Siswa sekolah menengah menyelesaikan social community yang diwajibkan sekolah sebagai syarat kelulusan dengan menjadi guru bagi anak-anak tidak mampu.

Masyarakat mengajak siswa untuk membersihkan lingkungan sekitar dan masih banyak contoh praktis lainnya yang dapat dilakukan yang menjadikan masyarakat sebagai tempat magang bagi anak-anak. Keuntungan yang didapatkan oleh anak adalah  kesadaran bahwa mereka adalah bagian masyarakat dan akan kembali mengabdi kepada masyarakat.

Dalam beberapa dekade saja Indonesia bisa menjadi negara maju apabila keluarga dan masyarakat menjalankan peran dengan baik dalam pendidikan anak di sekolah. Karena itu mari kita bergandengan tangan memperbaiki kualitas pendidikan anak kita. Menjadi tim yang kompak dalam pendidikan anak di sekolah untuk menghasilkan generasi yang cerdas, ahli, berbudi luhur, serta generasi yang mencintai masyarakat di mana ia bekerja dan berkarya. 

 

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas