Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Bukan Mahabarata Kita
Film sinetron kolosal impor, Mahabarata yang disiarkan oleh salah satu statiun televisi swasta memang menarik perhatian pemirsa, bahkan memiliki rati
Jatidiri bangsa kita tidak mengenal adanya poliandri (seorang isteri bersuamikan lebih dari satu pria). Kita hanya mengenal poligami.
Sesuai dengan sumber ceritanya, para dewa adalah manifestasi dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Salah seorang Wali Sanga yang bernama Sunan Kalijaga (Demak, abad XV) adalah orang yang pertama kali membuat wayang dari kulit lembu.
Sunan Kalijaga menggunakan wayang sebagai media syiar dan dakwah Agama Islam.
Menurut Sunan Kalijaga bahwa Dewi Drupadi adalah isteri dari Yudistira, bukan isteri dari Pandawa Lima. Para Dewa diibaratkan sebagai pimpinan/pemimpin, bukan sebagai Tuhan.
Sejak saat itu hingga sekarang ceritera yang telah digubah oleh Sunan Kalijaga menjadi referensi dan panutan para dalang sebagai sumber cerita pewayangan yang sesuai dengan jatidiri bangsa.
Tontonan diharapkan juga menjadi tuntunan, termasuk sinetron. Penulis berharap ada seorang produser yang mampu membuat film kolosal Mahabarata versi Indonesia yang dapat menjadi tontonan dan tuntunan.
Problemnya, untuk memproduksi film kolosal sejenis Serial Mahabarata memerlukan beaya produksi yang sangat besar, dan dari segi provide tidak menguntungkan sehingga produser enggan membuatnya.