Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Sistem Zonasi dan Kultur Pesantren
Masa penerimaan peserta didik baru tahun 2018 banyak menuai polemik yang membuat kisruh dunia pendidikan di indonesia. Khususnya dikalangan orang tua
Pendidikan Pesantren Sebagai Solusi
Jika jarak dijadikan solusi dengan alasan untuk pemerataan pendidikan, itu merupakan sistem yang tidak mendukung satu sama lain.
Sebuah kultur pendidikan semestinya seorang pelajar/calon peserta didik yang ingin tholabul ilmi tak menghiraukan jarak itu dekat ataupun jauh dari radius berapa pun.
Kita lihat dari kacamata pesantren, mereka yang tholabul ilmi ke pesantren rata-rata dari luar kota dari pesantren tersebut.
Itu menunjukan bahwa minat masyarakat untuk mempercayakan anak-anaknya pada lembaga pendidikan pesantren sangat tinggi.
Bisa dilihat dari peningkatan jumlah pondok pesantren di indonesia. Dilansir dari Data kementrian agama tahun 2018 pesantren yang tercatat resmi di PPDP(Pangkalan Data Pondok Pesantren) sejumlah 25.938 dengan jumlah seluruh santri 3.962.700.
Di pesantren tak hanya di beri ilmu pengetahuan, pendidikan karakter yang menjadi unggulan disana. Jadi mengapa kita selalu mempermasalahkan jarak.
Semua orang sebenarnya berhak ingin menuntut ilmu dimanapaun.
Disini perlu pengakajian benar-benar matang dalam penerapan sistem zonasi ini.
Memang semua orang tua dan calon peserta didik wajar ketika mereka memilh sekolah yang agak jauh dari daerah meraka tetapi fasilitas dan mutu pendidikannya layak. Dibandingkan sekolah yang dekat dengan daerah mereka tetapi mutu dan kualitasnya rendah.
Jadi melihat dari pesantren peserta didik yang heterogen akan mengembangkan nalar dan karakter peserta didik untuk memotivasi untuk belajar. Mereka tak hanya berteman dengan teman se daerahnya, akan tetapi mereka akan lebih menjumpai kelas dan teman yang heterogen sehingga memunculkan pola pikir yang beragam dan pengalaman yang banyak.