Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Andi Arief, Yudhoyono dan keteladanan Sandi Uno
Wiranto tercatat mendirikan lembaga think-tank bermarkas di dekat bundaran HI, sedangkan Prabowo memimpin organisasi tani HKTI dan persilatan IPSI.
Editor: Rachmat Hidayat
Oleh Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Institute
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA-Andi Arief berhari hari menyerang Sandi Uno dengan menuduh Sandi melakukan "money politics" untuk meraih kursi cawapres pasangan Prabowo. Menurutnya, sebagaimana yang dia tweets, Sandi telah membayar Rp. 500 milIar kepada PKS dan PAN. Sehingga, Prabowo yang semula, menurutnya, meminang Agus Yudhoyono, batal, dan beralih ke Sandi.
Serangan ke Sandi ini dilakukan setelah sebelumnya Andi menyerang Prabowo sebagai jenderal kardus, sebuah istilah buruk, yang menstigma Prabowo seperti sampah.
Apa pokok persoalan sebenarnya? Apakah soal uang? Apakah soal jalan AHY 2024 yang terganggu? Apakah soal lainnya?
Soal ini, sebelumnya, sebenarnya kurang menarik perhatian saya. Namun, karena Sri Bintang Pamungkas mulai menjapri saya termakan tuduhan Andi Arief tersebut, saya mulai terganggu. (Sri Bintang adalah orang terjujur yang pernah saya tahu, sehingga saya tidak ingin dia menjadi salah sangka terhadap Sandi.)
Beberapa hal berikut ini perlu kita cermati:
1. Ambisi Agus Yudhoyono
Ambisi AHY untuk tampil dalam permainan kekuasaan yang jelas terlihat dalam setahun terkahir ini. Awal tahun lalu AHY keluar dari militer untuk merintis karir politiknya, maju sebagai Cagub DKI berpasangan dengan Silviyana.
Orang mempertanyakan AHY yang, hanya berpangkat mayor dan meninggalkan karir militernya yang masih panjang. Biasanya pertarungan Gubernur DKI dilakukan oleh jenderal sedikitnya bintang dua.
Selain itu, bukankah SBY sudah menyiapkan IBAS, putra lainnya, sebagai kader partai demokrat (PD) untuk menjadi pimpinan nasional dijalur politik?
Spekulasi atas pertanyaan di atas berpraduga pada 3 hal berikut: a) rumor mengatakan bahwa AHY mulai mengalami ganggua karir militer dari rezim Jokowi, yang tidak menginginkan dinasti SBY berkembang. Khususnya, adanya Megawati, yang masih dendam terhadap SBY. b) rumor AHY mempunyai cacat fisik sehingga karir militernya memang susah berkembang pada jalur komando.
Sehingga lebih baik mengembangkan potensi pemikirannya yang memang cerdas. c) rumor, adanya ambisi SBY agar anaknya AHY dapat meniti karir politik, setelah IBAS mengalami penurunan popularitas karena sering dikaitkan dengan kasus korupsi Nazaruddin.
Tidak ada jawaban pasti kenapa AHY meninggalkan karir militernya. Namun, masuknya dia dalam pertarungan politik DKI, telah mengantarkannya pada sosok elit politik nasional. Hal ini karena peeolehan suara dia cukup besar, 17% dan DKI adalah barometer nasional.
Sebagai petarung yang kalah, meski menjadi populer, tentu langkah seharusnya bagi AHY adalah memantapkan diri sebagai tokoh rakyat. Prabowo dan Wiranto, misalnya, dalam konteks paska kekalahan mereka pada politik elektoral, langsung melakukan "jalan sipil", masuk dalam ormas ormas kebangsaan dan olahraga.
Wiranto tercatat mendirikan lembaga think-tank bermarkas di dekat bundaran HI, sedangkan Prabowo memimpin organisasi tani HKTI dan persilatan IPSI.
Wiranto dan Prabowo, meski menyandang status eks jenderal, bertahun tahun berinteraksi dengan rakyat dan aktifis.
Transisi politik dari militer ke sipil dalam suasana demokrasi adalah sesuatu hal fundamen. Jika tidak, maka watak militer yang anti dialog, akan dominan dalam tubuh eks militer yang berpolitik. Anti dialog adalah anti demokrasi.
Berbeda dengan Prabowo dan Wiranto, AHY kembali digadang gadang untuk jadi capres/cawapres PD pada tahun 2019 ini. SBY mendongkrak status AHY di partai dengan memberikan posisi strategis ala militer KOGASMA (Komandan Satuan Tugas Bersama).
Gelar komandan merupakan kosa kata anti sipil dan menempatkan AHY di atas seluruh struktural pengurus partai, kecualai SBY. Itu terlihat dari beberapa kesempatan di mana AHY mewakili partainya bertemu Jokowi dan elit2 politik nasional.