Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Andi Arief, Yudhoyono dan keteladanan Sandi Uno
Wiranto tercatat mendirikan lembaga think-tank bermarkas di dekat bundaran HI, sedangkan Prabowo memimpin organisasi tani HKTI dan persilatan IPSI.
Editor: Rachmat Hidayat
Pengalaman di partai yang sangat minim dan juga pengalaman politik sipil serta keormasan yang kurang, membuat AHY terkesan dipaksakan untuk masuk dalam pertarungan pilpres 2019.
Namun, disinilah kita melihat ambisi AHY maupun SBY untuk menguasai kembali pentas politik nasional. Padahal, kepemimpinan yang baik adalah yang sejalan dengan kewajaran. Memompakan AHY untuk menjadi tokoh bangsa, sangatlah prematur. Sebab, pepatah mengatakan, guru yang baik adalah pengalaman.
2. Ambisi Prabowo Subianto
Prabowo Subianto adalah manusia ambisius. Dia mengejar apa yang dia inginkan, dan terus mengejarnya. Ambisi Prabowo untuk menjadi presiden sudah dirintisnya sejak ikut konvensi capres Golkar 2004, berpasangan dengan Megawati sebagai Cawapres pada tahun 2009 dan menjadi capres pada 2014 berpasangan dengan Hatta Rajasa.
Ambisi demi ambisi dijalankan Prabowo dengan memebelanjakan kekayaannya untuk membangun partai politik dan ormas HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), Koperasi Pasar, dll. Dia menempuh kehidupan non militer dengan membangun kekuatan rakyat.
Apakah salah ambisi ini?
Dalam teori teori kepemimpinan, ambisi adalah syarat penting untuk mencapai cita cita. Namun, dibalik itu semua, ambisi itu berupa kebaikan jika ada misi kebaikan didalamnya.
Ambisi Prabowo untuk berkuasa tertuang dalam pikiran2nya baik dalam buku "Membangun Indonesia Raya", "Pradoks Indonesia", maupun pidato2nya yang dapat diakses di youtube. Intinya, Prabowo berkeinginan membangun Indonesia yang berkeadilan, berdaulat dan mandiri.
Dalam pertemuan saya dengan Andi Arief dan Ferry Juliantono, 23 Juli, sebelum esok harinya Prabowo mengunjungi SBY, ambisi Prabowo ini sudah terbahas. Sebagai "orang koppassus", pasti watak Prabowo pantang menyerah.
Apakah Prabowo "jenderal kardus"? Hanya karena AHY tidak dipilihya sebagai cawapres?
Pemilihan cawapres bagi Prabowo adalah penting namun bersifat sekunder, setelah ambisinya yang bersifat primer. Berbagai gangguan atas keinginan Prabowo menjadi capres diketahui publik dengan adanya godaan dari pihak kekuasaan untuk menjadikannya hanya cawapres Jokowi, atau dari pihak lainnya untuk sebagai "king maker" atau bahkan adanya pengkhianatan dalam rencana pencapresan itu.
Setelah Prabowo yakin dengan modal kurang dari PT 20%, akan mendapatkan tiket dengan dukungan koalisi, maka urusan cawapres menjadi lebih ringan.
Lebih ringan artinya cawapres yang muncul haruslah merupakan titik keseimbangan kepentingan partai partai koalisi, baik ukuran soliditas, visi misi, maupun logistik.
Di sisi inilah AHY masuk dalam pusaran pertarungan, PKS memaksakan calonnya, Salim Segaf, PAN memaksakan Zulkifli Hasan atau Ustad Somad, sedangkan PD mendorong AHY.