Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Walisongo Pun “Menangis”
Bukankah Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “innamal a’malu binniyat” (amal itu tergantung niatnya)?
Editor: Hasanudin Aco
Terkait upacara adat, sebagaimana diungkap berbagai literatur, Walisongo mengarahkannya agar lebih Islami, bukan melarangnya sama sekali. Sunan Kalijaga, satu dari Walisongo, paham betul masyarakat Jawa menyukai perayaan apalagi jika diiringi dengan alunan musik gamelan.
Karena itulah Sunan Kalijaga kemudian menyelenggarakan Sekaten dan Grebeg Maulud yang diselenggarakan pada hari lahir Nabi Muhammad SAW, 12 Robiul Awal. “Sekaten” berasal dari kata “syahadatain” atau dua kalimat syahadat.
Dalam perayaan Sekaten dan Grebek Maulud, gamelan diperdengarkan untuk mengundang penduduk, diikuti dengan dakwah dan pemberian sedekah Raja berupa gunungan. Dengan cara ini, masyarakat kian tertarik untuk mempelajari Islam.
Selain itu, tradisi adat Jawa yang mempersembahkan sesaji dan selamatan kemudian diubah dan diarahkan dengan cara yang lebih Islami. Selamatan digelar, tapi niat dan doanya bukan ditujukan kepada dewa, melainkan kepada Allah, dan makanan tidak dipersembahkan sebagai sesaji untuk dewa, tapi dibagikan sebagai sedekah kepada penduduk.
Di Jawa, sejak dulu sudah dikenal cerita pewayangan. Pagelaran wayang ini diselenggarakan pada waktu-waktu tertentu seperti upacara kelahiran, khitanan, pernikahan, atau upacara tolak bala. Karena itulah biasanya ada kegiatan menambahkan sesaji saat menjalankan prosesi wayangan.
Setelah agama Hindhu, Buddha dan Islam masuk ke Jawa, wayang menjadi salah satu media untuk menyebarkan agama. Walisongo juga menggunakan wayang sebagai media dakwah.
Karena itulah kemudian muncul nama lakon atau cerita yang disesuaikan dengan agama Islam, seperti Layang Kalimosodo yang mengajarkan kalimat syahadat. “Kalimosodo” (dua kalimat syahadat) adalah senjata andalan Yudhistira, saudara tertua Pandawa.
Gamelan dan tembang atau lagu juga lekat dengan kepercayaan masyarakat Jawa "zaman old". Walisongo kemudian menggunakan gamelan dan tembang sebagai salah satu media untuk menyebarkan Islam.
Hanya saja, lagu atau tembang yang diciptakan berbeda dengan tembang lain karena disisipi ajaran Islam. Misalnya, tembang “Tombo Ati” ciptaan Sunan Bonang, dan “Lir Ilir” ciptaan Sunan Kalijaga. Kedua tembang ini mengajak masyarakat untuk lebih bertakwa. Kemudian ada juga tembang Sinom dan Kinanthi ciptaan Sunan Muria yang digubah dengan tujuan yang sama.
ISIS
Perusakan properti upacara adat sedekah laut di Bantul itu adalah wujud sikap intoleran. Intoleran merupakan fase awal dari ekstremisme yang puncaknya adalah terorisme.
Kita pun perlu berkaca dari kelompok teror Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Tidak hanya melawan koalisi militer dari beberapa negara di medan pertempuran, ISIS sejak berdiri tahun 2014 juga melancarkan apa yang disebut "war on cultural heritage".
Dikutip dari sejumlah sumber, berkali-kali ISIS melakukan penghancuran terhadap artefak-artefak kuno. Sedikitnya ISIS telah menghancurkan 28 situs bersejarah, satu di antaranya Khorsabad, kota kuno berusia 2.700 tahun di timur laut Irak, yang dikenal lewat patung raksasa banteng bersayap berkepala manusia.
Lalu, patung Singa Assyria di Suriah. Patung singa ini awalnya berasal dari situs arkeologis Arslan Tash yang berada dekat Aleppo.