Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
''Melihat'' Aceh Jangan dari Tugu Monas di Jakarta
Pada masa awal kemerdekaan, warga Aceh mati-matian membeli obligasi yang ditawarkan Pemerintah Indonesia dengan menjual apa yang dipunyai.
Editor: Malvyandie Haryadi
Aceh dari daerah air mata (konflik) menjadi mata air (sumber pelajaran) bagi negara lain yang menghadapi konflik bersenjata di internal dengan belajar ke Aceh termasuk penanganan bencana alam
Proses perdamaian dipantau Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa negara Uni Eropa. Selanjutnya, pembentukan partai politik lokal Aceh dilakukan. Selain itu, amnesti kepada mantan anggota GAM.
Aceh kemudian kembali berbenah. Salah satunya, penerapan Syariat Islam. Digodok sejak 2002, pada 2014, DPR Aceh mengesahkan Perda Syariat Islam (Qanun Jinayat) berisi pengaturan khalwat (mesum), khamr (alkohol), dan maisr (perjudian).
Qanun juga mengatur pelecehan seksual, pemerkosaan, gay, serta lesbian. Ancaman hukumannya cambuk, denda, bahkan penjara. Pelaku tindakan mesum mendapatkan hukuman paling ringan, sementara pemerkosa anak menghadapi ancaman hukuman terberat.
Berkah untuk Indonesia
Aceh sebagai model 'negeri' bersyariah yang hadir dalam sistem sosial berwajah ketat seharusnya menjadi berkah, bukan saja bagi warganya, tetapi juga masyarakat Islam di Indonesia, pun Negara Indonesia. Mengapa demikian?
Dengan memahami sejarah Aceh, Negeri Serambi Mekah dapat menjadi model atau bahkan standarisasi penerapan syariat Islam yang dapat memberikan kepastian bagi warganya.
Pada praktiknya, banyak pekerjaan rumah yang sulit terselesaikan. Misalnya, menjawab pertanyaan, seberapa efektifkah penerapan Syariat Islam bagi tercapainya kesejahteraan warga?
Salah satunya, menggunakan indikator jumlah penduduk miskin. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, pada Maret 2018, penduduk miskin di Aceh mencapai 839 ribu orang atau 15,97 persen dari total populasi. Jumlah ini bertambah 10 ribu orang, apabila dibandingkan dengan September 2017.
Padahal, sejak 2008-2018, Aceh menerima Rp 56,67 triliun dana Otonomi Khusus (Otsus) dari pemerintah pusat.
Bukankah fakta ini merupakan misi yang berat bagi warga Aceh? Aceh yang harus mampu memperlihatkan diri bisa sejahtera dengan diberlakukannya Syariat Islam.
Aceh yang harus mampu menunjukkan kehidupan damai, dengan syariat. Aceh yang harus bisa memastikan, dengan Syariat Islam akan terwujud 'negeri' impian umat Islam.
Berilah Waktu pada Aceh
Untuk membangun Aceh memang tidaklah mudah. Apalagi sejak lama, warga Aceh diperlakukan dengan sangat keras oleh pemerintah pusat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.