Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners

Tribunners / Citizen Journalism

Perda Syariah, Ada atau Tidak ada

Dengan uraian di atas, hemat saya tidaklah perlu kita meributkan “Perda Syari’ah” yang banyak menimbulkan salah faham itu.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Perda Syariah, Ada atau Tidak ada
Grafis TribunSolo.com
Yusril Ihza Mahendra 

Sebab, ketika negara akan membentuk hukum, dalam arti merumuskan norma-norma hukum positif yang berlaku, maka negara tidak punya pilihan, kecuali mengangkat kesadaran hukum yang hidup dalam di kalangan rakyatnya sendiri dan memformulasikannya menjadi hukum positif melalui proses legislasi.

Kalau negara itu bersifat demokrasi, maka kesadaran hukum rakyatlah yang akan dijadikan sebagai referensi utama dalam merumuskan norma hukum positif. Lain halnya, kalau negara itu bersifat diktator, maka kemauan elit penguasalah yang akan dituangkan menjadi hukum yang berlaku.

Jarang-jarang ada negara yang mampu melawan kesadaran hukum rakyatnya sendiri. UUD Philipina misalnya menyatakan negaranya sebagai negara sekular.

Gereja Katolik Philipina berada di luar yurisdiksi Negara Philipina. Tetapi Presiden Gloria Arroyo Macapagal terpaksa memveto RUU yang membolehkan Keluarga Berencana yang sudah disahkan Senat Philipina.

Mengapa RUU KB di Philipina gagal disahkan? Karena mayoritas rakyat Philipina yang beragama Katolik mentaati doktrin Gereja Katolik yang tidak membolehkan KB. Jadi negara yang mengaku sekular itu ternyata tidak mampu melawan kesadaran hukum rakyatnya.

Di negara kita, kita sama-sama mengakui bahwa Pancasila adalah “sumber dari segala sumber hukum” dalam arti bahwa sila-sila dalam Pancasila itu adalah landasan falsafah dalam merumuskan norma-norma hukum. Norma hukum yang dirumuskan hendaknya secara filosofis tidak bertabrakan dengan sila2 dalam Pancasila itu.

Sementara norma-norma hukum yang bersifat asas dan umum, bahkan telah menjadi hukum yang hidup dalam masyarakat adalah terdapat di dalam hukum Islam, hukum Adat dan hukum eks kolonial Belanda yang telah diterima oleh masyarakat kita.

BERITA TERKAIT

Corak hukum kita, sesungguhnya sadar atau tidak, memang mencerminkan ketiga sistem hukum itu. Karena itu, jika kita merumuskan norma Undang-Undang Lalu Lintas misalnya, sadar atau tidak, norma hukum Islam, hukum Adat dan hukum eks kolonial Belanda sama-sam ditransformasikan ke dalam norma undang-undang itu.

Jadi secara substansial norma2 dari ketiga sistem hukum itu seolah menyatu ke dalam UU Lalu Lintas itu. Meski demikian, memang ada norma-hukum yang secara spesifik diperlukan keberlakuannya hanya bagi umat Islam saja.

Yakni hukum materil yang dijadikan dasar bagi pengadilan agama dalam menjalankan kekuasaan kehakiman yang menjadi kewenangannya.

Keberadaan Pengadilan Agama kini telah disebutkan secara tegas oleh UUD 1945 hasil amademen. UU Peradilan Agama sudah kita miliki.

Tetapi hukum materil untuk dijadikan landasan bagi Pengadilan Agama untuk melaksanakan kewenangannya hingga kini belum ada. Apa yang ada barulah Kompilasi Hukum Islam yang dibuat pada masa Presiden Suharto yang dasar pemberlakuannya hanyalah Instruksi Presiden, bukan dalam bentuk undang-undang.

Ini menjadi tugas Pemerintah dan DPR untuk membentuk hukum guna memenuhi kebutuhan hukum umat Islam misalnya di bidang hukum perkawinan dan kewarisan.

Baca: Sirrojudin Abbas Berikan Pujian Siap PSI yang Tolak Perda Agama, Ini Alasannya

Undang-undang yang secara khusus mengatur kebutuhan hukum umat Islam seperti dikatakan di atas, tidak perlu disebut sebagai Undang-Undang Syari’ah, tetapi disebut sebagai Undang-Undang Nomor.. Tahun... tentang Kewarisan Islam.

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas