Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Buntut Kegagalan Timnas di AFF #Edyout, Ayoo, Siapa Yang Betanggung jawab?
TAHUN politik, apa saja bisa ditarik ke orbitnya. Begitu juga gagalnya tim nasional senior di Piala AFF 2018.
Editor: Toni Bramantoro
Oleh: M. Nigara
TAHUN politik, apa saja bisa ditarik ke orbitnya. Begitu juga gagalnya tim nasional senior di Piala AFF 2018. Apalagi tim asuhan Bima Sakti-Kurniawan-Kurnia Sandi itu terhenti di penyisihan grup dengan hanya mengantungi empat poin dari sekali menang dan sekali draw serta kalah dua kali.
Entah siapa yang memulai, tiba-tiba sekumpulan pendukung timnas meminta Edy Rahmayadi, ketua umum PSSI untuk mundur. Dan, seperti bola salju, sekonyong-konyong gayung bersambut, ratusan nitizen membuat #edyout, persis seperti #2019gantipresiden.
Dahsyatnya media sosial dan efektifnya tangan-tangan terampil para nitizen, bukan tidak mungkin #edyout akan membludak. Perlahan tapi pasti akan menjadi gelombang besar yang bisa mengganggu eksistensi PSSI.
Sekadar mengingatkan, tahun 2009-2010, ketum PSSI yang saat itu dijabat Nurdin Halid, dirongrong dengan demo sporter hampir 10 bulan non-stop.
Demo yang jelas dan terang-benderang disokong kekuatan besar (seorang pengusaha nasional menggandeng Kasad) dan menpora kala itu, terlibat. Ujungnya Nurdin terjungkal, tetapi FIFA justru menghukum sang pengusaha dan Kasad, dilarang untuk mencalonkan diri.
Johar Arifin terpilih sebagai ketum hasil 'kompromi'. Dan, PSSI memasuki babak coreng-moreng karena ketumnya tidak milili kompetensi. Bukan hanya timnas minus prestasi, secara organisasi, PSSI pun memasuki babak tersuram.
Berulang
Kasus berulang. La Nyalla yang menang di pemilu Surabaya 2015 mengalahkan calon yang konon didukung pemerintah, langsung diberangus. Menpora Imam Nahrawi langsung membekukan PSSI.
Perlawanan LNM berakhir ketika ia dikriminalisasi. Masuk bui dan kehilangan kursi ketummya, meski di sidang tipikor LNM dinyatakan bebas murni dan kembali menang di MA, kursi ketum PSSI tak pernah kembali.
Sekadar mengingatkan, LNM, dikudeta oleh kekuatan besar. Dari info yang patut dapat dipercaya, kekuatan besarnya tidak tanggung-tanggung.
Seorang sahabat mantan rekan kerja dari grup media terbesar di tanah air (kami ketja di media yang sama), mengaku terlibat dalam kasus ini.
"Kami bertiga, saya dan (dia menyebut nama sahabat saya lainnya dari majalah terbesar), serta seorang pejabat di pucuk kekuatan, merancang penggulingan itu," katanya.
Dari sana, semua aksi ditata, bahkan didanai. "Tujuannya hanya satu, LNM lengser," katanya lagi.