Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pembunuhan Pekerja di Papua Harus Direspons Secara Komprehensif
SETARA Institute menyampaikan dukacita mendalam atas dibunuhnya para pekerja yang sedang melaksanakan program pembangunan tersebut.
Editor: Malvyandie Haryadi
Pengirim: SETARA Institute
TRIBUNNERS - Telah terjadi pembunuhan 31 orang (sebuah tabloid lokal yang kredibel di Papua menyebut 24 orang) pekerja Proyek Istaka Karya yang sedang membangun infrastruktur berupa jembatan di Kali Yigi dan Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua.
Terkait hal itu, SETARA Institute mengeluarkan beberapa pernyataan berikut.
Pertama, SETARA Institute menyampaikan dukacita mendalam atas dibunuhnya para pekerja yang sedang melaksanakan program pembangunan tersebut.
SETARA juga mengutuk pembunuhan secara biadab yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Bumi Cendrawasih.
Tindakan tersebut tidak saja inhuman atau tidak manusiawi, namun juga memberikan efek domino rasa takut (fear) di kalangan pekerja dan warga, sehingga dapat mengganggu program-program pembangunan masyarakat dan pembangunan infrastruktur yang sedang digalakkan oleh pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Baca: KKB Diduga Serang Pos TNI Mbua di Papua Usai Bantai 31 Pekerja Jembatan Nduga
Kedua, tindakan kriminal yang dilakukan secara keji terhadap pekerja dalam jumlah besar tersebut harus mendapatkan penanganan serius dari aparat keamanan, untuk mengembalikan tertib sosial dan memulihkan keamanan, khususnya di Distrik Yigi dan di area-area pelaksanaan proyek-proyek pemerintah serta di Papua pada umumnya.
Namun, kita juga mesti mengingatkan kepada aparat keamanan, baik sipil maupun militer, untuk tetap bertindak proporsional menggunakan pendekatan sipil berbasis sistem hukum pidana dalam menangani kasus pembununan terhadap pekerja kolosal tersebut.
Aparat hendaknya tidak mengambil langkah berlebihan yang dapat memperburuk situasi keamanan, baik aktual maupun persepsional, di Papua yang secara umum dalam beberapa tahun belakangan ini relatif terkendali. Secara objektif, pendekatan militer belum dibutuhkan.
Ketiga, namun begitu, harus diakui aksi KKB ini adalah serangan yang paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir yg dilakukan kelompok perlawanan bersenjata di Papua.
Ini memperkuat indikasi bahwa telah terjadi peningkatan kualitatif perlawanan Papua, yang dalam banyak kasus juga terjadi dalam bentuk front perjuangan sipil melalui konsolidasi pembentukan United Liberation Movement of West Papua (ULMWP) serta dukungan dari mahasiswa Papua di berbagai kota di Indonesia.
Keempat, terkait gangguan keamanan yang terus berulang, Pemerintah harus serius merespons secara komprehensif, antara lain dengan mencari formulasi penyelesaian politik di Papua, sebab jika tidak, eskalasi perlawanan KKB pasti meningkat.
Pemerintah Jokowi-JK harus menyadari bahwa pembangunan infrastruktur dan peningkatanan kesejahteraan ekonomi masyarakat Papua tidaklah cukup, apabila tidak dibarengi penghormatan dan rekognisi atas hak-hak dasar masyarakat Papua.
Dalam konteks itu, penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu serta yang terjadi pada dan paska pemerintahan Soeharto menjadi prasyarat mendesak. Dialog dan kesediaan mendengar hati dan pikiran rakyat Papua tidak boleh ditunda dan tidak bisa ditutupi dgn kemajuan ekonomi belaka.
Kelima, dalam konteks perhelatan politik elektoral, para politisi hendaknya tidak melakukan politisasi terhadap penembakan yang mengakibatkan terbunuhnya para pekerja tersebut.
Sebaliknya, seluruh elit politik kita harus memberikan dukungan dan kepercayaan sepenuhnya kepada aparat keamanan untuk mengendalikan situasi dan memulihkan keamanan.