Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menengok Kembali UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
Dalam tahun-tahun belakangan ini Indonesia diberondong serentetan bencana alam yang cukup dahsyat dan menelan korban jiwa yang cukup besar.
Editor: Dewi Agustina
Penulis: Dr Slamet Pribadi
Penamat Hukum
DALAM tahun-tahun belakangan ini Indonesia diberondong serentetan bencana alam yang cukup dahsyat dan menelan korban jiwa yang cukup besar.
Gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, dll, yang semua menelan korban jiwa dan harta benda yang cukup besar, serta hancurnya sarana dan prasarana yang telah dibangun dalam kurun waktu cukup lama.
Yang kemudian peristiwa itu menjadi breaking news di berbagai media, dengan durasi pemberitaan yang cukup panjang, siang malam.
Dari beberapa peristiwa tersebut, sepertinya sudah pernah diprediksi, baik oleh pakar zaman sekarang maupun oleh pakar di zaman penjajahan dulu, perkiraan dukun ilmiahnya berpotensi terjadinya sesuatu, artinya dari sudut kebencanaan sudah bisa diketahui potensinya.
Ada tiga hal penting dalam persoalan bencana itu.
Pertama, Pemerintah sebagai pemegang otoritas Kebijakan, Perencana Pembangunan, Pengendali Pekerjaan Umum, Kebijakan anggaran Nasional dan Daerah, serta pencetak Regulasi semua persoalan, melekatlah ratusan kewenangan karenanya.
Kedua, Unsur Masyarakat sebagai Pemilik Negara ini, pengguna dan penerima manfaat dari sarana dan prasarana yang dikelola Pemerintah ini diperlukan partisipasinya, sebagai gayung bersambut kebijakan Pemerintah.
Ketiga, Unsur Bumi sebagai tempat dari segala sumber daya alam yang melimpah seakan tanpa batas, menyediakan segala macam kebutuhan manusia untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya kemakmuran manusia di dalam menjalankan hidup dan kehidupan.
Ketiganya adalah siklus yang saling membutuhkan.
Meskipun bumi atau alam ini mempunyai otoritas untuk marah-marah, batuk-batuk atau bahkan meluluh lantakkan isi segala isinya, sebagai tanda peringatan bahwa manusia dengan seenaknya mengekploitasi bumi tanpa memikirkan keberlangsungan bumi, tetap saja bumi ini menyediakan segala kebutuhan manusia tanpa batas.
Dan bahkan penuh keikhlasan dan kasih sayang kepada manusia, bumi mempersilakan kepada manusia untuk memprediksi potensinya, bisa dikelola dengan baik dengan membuat kisi-kisi mitigasi kepada semua manusia yang berpotensi menjadi sasaran marah-marah atau batuk-batuk atau meluluhlantakkan isi bumi itu.
Perlakuan dan mitigasi sejak awal sejatinya bisa dilakukan, oleh semua tingkat pemerintahan mulai dari RT, RW, Desa atau Lurah, Camat, Kabupaten atau Kota, Provinsi, dan Pemerintah pusat.
Regulasi sudah mengatur peran pusat dan daerah ini secara tegas, seperti yang diatur dalam psal 5 UU no 24 tahun 2007 yang berbunyi “Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana”.