Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menengok Kembali UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
Dalam tahun-tahun belakangan ini Indonesia diberondong serentetan bencana alam yang cukup dahsyat dan menelan korban jiwa yang cukup besar.
Editor: Dewi Agustina
Ketentuan diatas memberikan garis yang jelas bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mempunyai peran yang sepadan.
Apalagi di dalam pasal 7 ayat (1) menentukan: Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
a. penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan pembangunan nasional;
b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana;
c. penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah;
d. penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan
bencana dengan negara lain, badan-badan, atau pihakpihak internasional lain;
e. perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana;
f. perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan; dan
g. pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala nasional.
Mitigasi sudah selayaknya dilakukan sebagai bagian dari kebijakan bagi daerah-daerah yang diperkirakan dan berpotensi terjadinya Bencana.
Memang terjadinya bencana tidak bisa dijelaskan secara pasti, namun dari beberapa pakar baik pakar di zaman sekarang maupun pakar di zaman belanda ketika menjajah Indonesia dulu, sudah pernah memperkirakan dalam peta-peta kerawanan, lokasi yang berpotensi terjadinya bencana tertentu, seperti banjir, gempa bumi, maupun daerah patahan atau lempengan bumi.
Saat itu sudah ada kebijakan tidak dijinkan dibangun perumahan atau apapun yang ditempati penduduk, karena dikawatirkan adanya kebencanaan tertentu.
Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penangulangan Bencana harus mulai ditengok oleh para Penyelenggara Negara atau Aparatur Pemerintah yang wilayahnya diperkirakan atau berpotensi terjadinya kebencanaan.
Bisa dibayangkan ketika aparatur pemerintah daerah cuek terhadap ketentuan tersebut diatas, disaat terjadinya bencana, seperti kebakaran jenggot, yang berusaha memadamkan kebakaran tersebut sekonyong-konyong, tergopoh gopoh, ada kalanya tidak tahu apa yang harus diperbuat, ketika musibah terjadi, sarana prasarana luluh lantak, korban mencapai ratusan atau bahkan ribuan, alat komunikasi mati, jalur untuk evakuasi hancur.
Sementara sistem mitigasi dan pencegahan, mulai dari perencanaan pembangunan, rencana anggaran dll belum pernah dilakukan, bahkan dirancang saja tidak.
Risk Analysis dan Risk Asesment kebencanaan harus dibuat oleh pemerintah di daerah yang mempunyai potensi kebencanaan, sebagaian bagian dari manajemen resiko baik kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana.
Baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, juga soal anggarannya.
Kebijakan soal mitigasi, pemetaan potensi, pemetaan perijinan pembangunan, pemetaan kependudukan, SOP kedaruratan, Rehabilitasi medis maupun sosial, Sistem Komando Pengendalian Lapangan dari petugas-petugas terpadu, jalur-jalur evakuasi, tempat evakuasi.
Juga sistem komunikasi, sistem logistik, pembuatan peta kerawanan, mekanisme kerja DVI, Rumah Sakit, Sistem Peringatan dini, Status Kedaruratan, penentuan daerah merah, daerah kuning dan daerah hijau, dll.