Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
'Jer Tanlegawa Mawa Bea'
Untuk pilpres, setiap pasangan calon diperkirakan memerlukan anggaran hingga Rp 10 triliun.
Editor: Hasanudin Aco
Namun, kita juga mengapresiasi sikap Prabowo-Sandi yang mau menerima putusan MK kendati mereka masih mencari jalan konstitusional lainnya, serta langkah Prabowo-Sandi yang membawa sengketa PHPU ke MK.
Artinya, perjuangan mereka ditempuh melalui jalur konstitusional, tidak melanjutkan perjuangan melalui aksi-aksi demonstrasi atau parlemen jalanan yang sempat mereka lakukan yang bisa jadi merupakan jalur inkonstitusional.
Soal Prabowo-Sandi tidak mengucapkan selamat atas kemenangan Jokowi-Maruf, itu hanya soal waktu belaka. Kekecewaan memang selalu memerlukan ruang dan waktu untuk menyublim, atau saluran untuk pelampiasan.
Rekonsiliasi
Bila mencermati proses persidangan yang berakhir dengan putusan MK, sejatinya ada sedikit penyesalan, yakni mengapa tidak sedari awal Prabowo-Sandi mengakui kemenangan Jokowi-Maruf usai hasil rekapitulasi suara KPU diumumkan. Akibatnya, ada harga yang harus dibayar atas ketidakikhlasan atau “jer tanlegawa mawa bea” Prabowo-Sandi.
Harga itu berupa melayangnya sembilan nyawa yang menjadi korban sia-sia aksi demonstrasi yang berbuntut kerusuhan pada 21-22 Mei 2019 di Jakarta. Aksi demonstrasi pendukung Prabowo-Sandi itu ternyata ditunggangi pihak-pihak tak bertanggung jawab.
Sebab itu, kita mendesak agar proses hukum atas kasus aksi demonstrasi yang berujung rusuh ini dituntaskan hingga ke akar-akarnya, termasuk menemukan siapa yang menjadi penyebab tewasnya sembilan korban itu. Siapa dalang aksi yang berujung rusuh ini juga harus dapat ditemukan.
Adapun harga yang harus dibayar Prabowo-Sandi adalah, ibarat mata uang, mereka mengalami inflasi dan depresiasi nilai tukar. Jiwa dan sikap kenegarawanan mereka dipertanyakan. Bahkan ada sementara pihak yang menuntut mereka harus bertanggung jawab atas aksi demonstrasi yang berujung kerusuhan.
Kini, tugas mendesak Jokowi-Maruf sebagai presiden-wakil presiden terpilih adalah melakukan upaya rujuk, islah atau rekonsiliasi, baik rekonsiliasi politik maupun rekonsiliasi sosial.
Rekonsiliasi politik dilakukan di tingkat elite dengan cara Jokowi-Maruf merangkul lawan-lawan politiknya, terutama Prabowo-Sandi dan partai-partai pendukungnya, untuk mendukung pemerintahannya.
Dukungan partai-partai dilakukan melalui parlemen. Dukungan Prabowo-Sandi bisa dilakukan melalui partisipasi mereka di dalam pemerintahan. Prabowo bisa menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Presiden, sedangkan Sandi bisa menjadi menteri.
Namun bila Prabowo-Sandi dan partai-partai pendukungnya menolak, mereka bisa menjadi oposisi yang kritis namun konstruktif.
Justru dengan menjadi oposisi maka akan ada penyeimbang, sehingga akan terjadi check and balance yang pada gilirannya pemerintahan Jokowi-Maruf akan berjalan di atas jalur yang benar atau on the right track, tidak akan terjadi abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan.
Menjadi oposisi tidak kalah terhormat dengan menjadi pendukung pemerintah. Bahkan bila partai-partai oposisi sanggup berpuasa kekuasaan selama lima tahun lagi, bukan tidak mungkin mereka akan menjadi pemenang Pemilu 2024, sebagaimana telah dibuktikan PDI Perjuangan yang selama 10 tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009 dan 2009-2014) menjadi oposisi dan berpuasa kekuasaan.