Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kenapa Prabowo Langsung Bubarkan Koalisi?
Pasca putusan MK, Prabowo langsung membubarkan koalisi. Terkesan mendadak. Publik kaget, kenapa secepat itu.
Editor: Malvyandie Haryadi
Oleh: Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
TRIBUNNERS - Pasca putusan MK, Prabowo langsung membubarkan koalisi. Terkesan mendadak. Publik kaget, kenapa secepat itu.
Langkah Prabowo ini secara moral menunjukkan sikap pragmatis. Betapa koalisi itu memang sengaja dibuat hanya untuk kebutuhan jangka pendek yaitu pilpres. Pilpres selesai, bubar.
Ada kesan kuat bahwa koalisi dibentuk sekedar untuk meraih kekuasaan. Kalau berhasil, bagi-bagi kursi. Gak berhasil, koalisi bubar. Padahal, kekuasaan bukan satu-satunya sarana untuk berbuat dan berkontribusi kepada bangsa dan negara.
Membubarkan koalisi bisa menimbulkan dua pemahaman. Pertama, kekuasaan dianggap sebagai satu-satunya cara untuk bisa mengabdi kepada bangsa dan negara. Gak dapat kekuasaan, ya bubar. Untuk apa berkoalisi?
Baca: Sebuah Taman di Korea Selatan Ikut Kena Imbas Perceraian Song Joong Ki dan Song Hye Kyo
Baca: 3 Kode Rahasia yang Tertera pada Boarding Pass
Baca: Resmi Bebas, Vanessa Angel Tetap Ucapkan Terima Kasih kepada Bibi Ardiansyah Meski Sudah Putus
Baca: Selamatkan Anak yang Tersedak, Karyawan Restoran Melompat dari Jendela
Tentu ini pemahaman yang keliru. Partai masih punya puluhan anggotanya di parlemen. Kerja di parlemen tak kalah besar peluangnya untuk mengekspresikan pengabdiannya kepada bangsa dan negara.
Tidak hanya kekuasaan dan parlemen yang bisa jadi tempat untuk mengabdi kepada bangsa dan negara. Dimanapun tempat dan profesi, setiap anak bangsa bisa berbuat untuk bangsa dan negara.
Dan para pahlawan sebelum Indonesia merdeka, mereka tak butuh posisi, jabatan dan kekuasaan untuk mengambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan.
Kedua, dibubarkannya koalisi karena tak ada kata sepakat. Jalan buntu dan deadlock. Empat partai; Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat tak menemukan satu keputusan: mau jadi oposisi, atau bergabung ke pemerintahan Jokowi.
Demokrat 100 persen ingin bergabung ke Jokowi. Halalbihalal keluarga SBY dan Megawati nampaknya berhasil mengurai ketegangan dua mantan penguasa itu selama lima belas tahun terakhir.
Babak baru SBY-Mega atau Demokrat-PDIP akan dimulai. AHY-Puan, atau Puan-AHY nampaknya sedang direkonsiliasikan untuk menuju pilpres 2024. Atau takdir berkata sebaliknya: 2004 terulang. Saat dimana Megawati dipecundangi anak macan yang dipeliharanya sendiri yaitu SBY.
PAN kabarnya juga 100 persen ingin bergabung ke istana. Bara Hasibuan, wakil ketua PAN yang secara konsisten bermanuver ternyata berhasil memaksa Prabowo membubarkan koalisi.
Tokoh peranakan Batak ini layak disebut sebagai striker partai. Apakah bola yang ditendang Bara Hasibuan ini bisa masuk ke gawang istana?
Kabarnya, proposal PAN belum sepenuhnya bisa diterima oleh istana. Ada penolakan yang cukup kuat dari sejumlah pihak yang berada di lingkaran istana. Apakah itu PDIP, PKB dan Nasdem? Mungkin saja!