Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
58,8 Persen TKI Tamatan SMP ke Bawah: Kalau pun Bisa Bekerja, Mereka akan Menjadi Pekerja Kasar
Sebanyak 58,8 persen Tenaga Kerja Indonesia adalah tamatan SMP ke bawah. Mayoritas pendidikan TKI tersebut menunjukkan kualitas para TKI masih rendah.
Editor: Dewi Agustina
NASIONALISME Tenaga Kerja merupakan manifestasi tanggung jawab konstitusional Pemerintah dalam melindungi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan.
Komitmen Pemerintah tidak berkurang sedikitpun untuk menjalankan hal itu.
Demikian sari diskusi Forum Group Discussion (FGD) bertema “Pendidikan Kritis dan Isu Nasionalisme Tenaga Kerja” yang diselenggarakan oleh Forum Diskusi Pedagogik (FDP) Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta di Ruang 104, Gedung Pascasarjana UNJ.
Dalam diskusi Reboan Edisi Rabu, 24 Juli 2019, FDP IKA UNJ menghadirkan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja R.I., Ir. Ismail Pakaya, M.E.
Beberapa alumni, sejumlah mahasiswa, dosen UNJ dan staf pengajar dari beberapa perguruan tinggi di Ibu Kota hadir dan aktif mengemukakan gagasan mereka.
Setelah Sekjend IKA UNJ Dr. Suherman Saji Sura, M.Pd., memberikan sambutan pembukaan, FGD kemudian dipandu oleh Ketua Forum Diskusi Pedagogik IKA UNJ, Abdullah Taruna.
Pemandu diskusi kemudian memaparkan kabar sosmed tentang banyaknya tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia, khususnya dari China.
"Apakah hal itu merupakan dampak dari pemberlakuan Pasar Bebas-AFTA sejak 3,5 tahun terakhir? Ataukah hal itu hanya karena dilebih-lebihkan? Lalu bagaimana memberikan pendidikan kritis agar para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) mampu memiliki kesadaran kritis akan tantangan kompetisi jasa tenaga kerja di dalam negeri dan semua negara yang tergabung dalam AFTA?" kata moderator saat memantik narasumber untuk mempresentasikan gagasan dan data-datanya.
"Isu nasionalisme tenaga kerja itu merupakan tanggung jawab Pemerintah untuk menyediakan bagi tiap-tiap warga negara pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan," kata Ismail Pakaya mengutip UUD 1945 Bab X, Pasal 27, ayat 2.
Jadi isu nasionalisme tenaga kerja, tambah Ismail, bukan langkah menaturalisasi Tenaga Kerja Asing seperti halnya naturalisasi pemain bola asing.
"Isu nasionalisme tenaga kerja itu lebih pada bagaimana Pemerintah menjalankan amanat Undang-Undang Dasar untuk memenuhi hak dari setiap rakyat Indonesia terhadap pekerjaan," kata Ismail Pakaya menegaskan.
Tanggung jawab Negara yang digotong oleh Pemerintah itu semakin lengkap dengan penegasan pada pasal Pasal 28 D, ayat 2; "Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja".
Agar setiap warga negara mendapatkan pekerjaan yang menjadi haknya, lanjut Ismail, Pemerintahan Presiden Jokowi menargetkan 10 juta perluasan kesempatan kerja sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
"Di tahun ke-3, ke-4, ke- 5 dengan yang sekarang, itu kita (target Pemerintah) sudah melebihi 10 juta. Artinya akumulasinya melebihi target," ungkap Ismail Pakaya.