Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

58,8 Persen TKI Tamatan SMP ke Bawah: Kalau pun Bisa Bekerja, Mereka akan Menjadi Pekerja Kasar

Sebanyak 58,8 persen Tenaga Kerja Indonesia adalah tamatan SMP ke bawah. Mayoritas pendidikan TKI tersebut menunjukkan kualitas para TKI masih rendah.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in 58,8 Persen TKI Tamatan SMP ke Bawah: Kalau pun Bisa Bekerja, Mereka akan Menjadi Pekerja Kasar
Istimewa
Forum Group Discussion (FGD) bertema “Pendidikan Kritis dan Isu Nasionalisme Tenaga Kerja” yang diselenggarakan oleh Forum Diskusi Pedagogik (FDP) Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta di Ruang 104, Gedung Pascasarjana UNJ. 

"Kalau pun bisa bekerja, mereka akan menjadi pekerja kasar," kata Ismail.

Termasuk dalam upaya peningkatan kualitas angkatan kerja, kata Ismail, perlu dilakukan percepatan untuk penyerapan pekerja dari tamatan pendidikan menengah (SMK/SLTA) dan perguruan tinggi).

Saat ini, pengangguran terbuka untuk lulusan SMA mencapai 6,78 persen, SMK 8,63 persen, Diploma (I/II/III) 6,89 persen, dan S1 sebanyak 6,24 persen.

Selain masalah pentingnya peningkatan kualitas, tantangan ketenagakerjaan lainnya adalah penempatan dan perluasan kesempatan kerja yang terdiri dari dua hal:

Pertama, vertical mismatch, ketidaksesuaian tingkat pendidikan dengan tingginya kualifikasi pendidikan lapangan kerja.

Sebanyak 53,33 persen tingkat pendidikannya TKI masih sangat rendah, dari persentase itu, 41,51 persen hanya mengenyam pendidikan SD ke bawah.

Kedua, adalah masalah horizontal mismatch, yaitu latar belakang pendidikan dan keterampilan para TKI tidak sesuai dengan bidang pekerjaan yang dijalani.

Berita Rekomendasi

Mereka itu itu berjumlah 60,62 persen.

Forum Diskusi Pedagogik Ikatan Alumni UNJ_2
Forum Group Discussion (FGD) bertema “Pendidikan Kritis dan Isu Nasionalisme Tenaga Kerja” yang diselenggarakan oleh Forum Diskusi Pedagogik (FDP) Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta di Ruang 104, Gedung Pascasarjana UNJ.

Berkaitan dengan tantangan rendahnya tingkat pendidikan, Pemerintah menginginkan tenaga kerja Indonesia minimal lulusan SMK sederajat.

"Apalagi, lima tahun ke depan kita fokus mengembangkan kualitas sumber daya manusia," kata Ismail.

Menaikkan level pendidikan, menurut Ismail Pakaya sangat penting.

"Pendidikan lebih tinggi lebih rendah risiko di-automasi. Jadi pekerja dengan keterampilan teknis perlu menambah keterampilan lain yang cenderung sulit di-automasi, terutama kemampuan managerial dan leadership," kata Ismail Pakaya.

Namun karena SMK belum bisa menghasilkan lulusan sesuai kebutuhan industri, maka SMK kini menjadi penyumbang pengangguran terbesar dibanding lulusan satuan pendidikan di semua tingkatan.

"Industri lebih memilih lulusan SMA dibanding SMK. Alasan industri memilih lulusan SMA, karena lebih mudah daripada merekrut yang SMK. Kalau anak SMK jurusan mesin, dipindahkan ke bukan mesin itu susah, sebaliknya SMA lebih mudah beradaptasi," kata Ismail.

Menghadapi permasalahan tersebut, kata Ismail, Pemerintah berupaya menguatkan relevansi dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia industri.

Kemenaker menyusun beberapa strategi, salah satunya berkoordinasi dengan Kemendikbud untuk menyarankan perubahan kurikulum pendidikan di SMK.

Penyusunan itu bertujuan agar tenaga kerja Indonesia memiliki kualitas yang dibutuhkan dunia industri.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas