Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Polemik Revisi UU Ketenagakerjaan
Sejak bergulirnya reformasi hingga kini marak aksi demonstrasi pekerja/buruh dengan serikat pekerjanya, baik dalam skala kecil maupun besar.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Dr Anwar Budiman
TRIBUNNEWS.COM - Sejak bergulirnya reformasi hingga kini marak aksi demonstrasi pekerja/buruh dengan serikat pekerjanya, baik dalam skala kecil maupun besar atau nasional.
Motifnya adalah ketidakpuasan pekerja/buruh terhadap kebijakan perusahaan hingga kebijakan pemerintah dalam membuat peraturan perundang-undangan.
Skala kecil, biasanya terjadi di suatu perusahaan, karena ada perselisihan hubungan industrial. Skala nasional, karena penolakan terhadap peraturan perundang-undangan yang menurut pekerja dapat merugikannya.
Tak sedikit peraturan perundang-undangan yang dilahirkan pemerintah atau pun pemerintah bersama DPR menurut kacamata pekerja kurang memihak mereka, di antaranya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Peraturan Alih Daya Pekerja, dan Pengupahan.
Ada kalanya peraturan perundang-undangan sudah pasti, namun dalam pelaksanaannya sering bergeser dari tujuannya.
Perlu dipahami bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan yang terjadi karena adanya kepentingan untuk mendapatkan keuntungan bersama.
Dengan kata lain, terjadinya hubungan kerja, di mana hubungan kerja berdasarkan Undang-Undang (UU) No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, adalah hubungan antara pengusaha dan pekerja berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Nah, di sini perjanjian kerja, yaitu perjanjian antara pekerja dan pengusaha atau pemberi kerja, memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
Bila dilihat dari kondisi tersebut maka perjanjian kerja merupakan pertukaran hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja, sehingga sesuai asas “Kebebasan Berkontrak” maka masing-masing dapat membuat dan menyetujui isi perjanjanjian sesuai kehendak dan kesepakatan para pihak.
Namun perlu disadari bahwa sejak Indonesia merdeka hingga kini kedudukan pekerja dalam keadaan yang tidak seimbang, atau dengan kata lain secara sosio-ekonomi berada jauh di bawah pengusaha.
Apalagi kenyataannya dewasa ini tenaga kerja sangat berlimpah, namun kesediaan pekerjaan sangat terbatas. Sebab itu, perlu campur tangan pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dalam berkontrak, sehingga “Kebebasan Berkontrak” saja tidak cukup.
Belakangan, terjadi pembicaraaan bahkan aksi demonstrasi buruh untuk menolak revisi UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dipicu rencana pemerintah melakukan revisi atau amandemen UU tersebut yang pada prinsipnya menurut kacamata pekerja adalah sangat merugikan.
Sebab revisi tersebut akan mengurangi bahkan menghilangkan manfaat yang selama ini telah/akan diterima pekerja berdasarkan UU No 13/2003 yang telah berjalan selama kurang lebih 16 tahun.