Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pentingnya Meneladani Metode Dakwah Nabi Bagi Penceramah Masa Kini
Nabi Muhammad telah memberikan contoh yang sangat baik dalam berdakwah, beliau sangat santun.
Editor: Husein Sanusi
Menurutnya, "Jika umat Islam mampu saling menghormati dan saling menghargai di antara sesama mereka, saya yakin akan mudah memperluas horizon toleransi bagi umat agama-agama lain, keyakinan, bahkan bagi mereka yang tidak beragama sekalipun."
Dalam kunjungan Grand Syaikh yang belum lama ini, beliau juga berpesan, "Salah satu cara membangun toleransi adalah menghindari pengkafiran (takfiry). Tidak ada alasan bagi siapapun untuk mengafirkan Muslim yang menghadap kiblat. Tidak dibenarkan bagi kaum Sunni untuk mengafirkan kaum Syiah. Juga, sebaliknya. Bahkan sesama umat beragama mestinya saling menghormati dan saling menghargai, hidup berdampingan secara damai, dan tidak melakukan kekerasan di antaranya."
Tentu saja sikap toleransi seperti yang diserukan Grand Syaikh ini juga meneladani akhlak Nabi, bahkan beliau sendiri yang menamakan risalah yang beliau emban sebagai dinul islam, al-hanafiyah samhah (agama islam, yang lurus dan toleran). Karena itu sikap toleran Nabi banyak ditampilkan dalam pergaulan sosialnya bersama orang Yahudi dan Nasrani, bahkan terkadang dengan kaum kafir-musyrik Mekkah sekalipun, sebagaimana yang terdapat dan tertuang dalam butir-butir Perjanjian Hudaibiyah. Demi perdamaian, Nabi tidak keberatan namanya Muhammad Rasulullah diganti menjadi Muhamad putra Abdullah, dan kalimat pembuka Bismillahirahmanirrahim diganti menjadi Bismika Allahumma.
Metode dakwah Rasulullah Saw seperti itu diabadikan dalam Al-Quran. “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu,” (Qs. Ali Imron: 159).
Karena itu tak berlebihan jika kita perlu merenungkan apa yang disampaikan oleh Azhari lain, Jamal Al-Bana misalnya. Beliau berpesan, "Jihad terbesar di zaman modern ini adalah bukan untuk berebut benar, lalu perang dan mati, tapi jihad untuk hidup, menerima segala perbedaan dan damai." Wallahu'alam bishawab.
Cirebon, 2 September 2019
*Alumni Universitas Al-Azhar Mesir, Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon dan Wakil Ketua Rabithah Ma’hid Islamiyah-Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia PBNU, Periode 2010-2015.