Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Selama Penyelenggara Negara Masih Menjadikan KKN Sebagai Gaya Hidup, Maka KPK Dianggap Gagal

Selama Penyelengara Negara masih menjadikan KKN sebagai bagian dari gaya hidupp, maka KPK dianggap gagal dalam pemberantasan korupsi.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Selama Penyelenggara Negara Masih Menjadikan KKN Sebagai Gaya Hidup, Maka KPK Dianggap Gagal
TRIBUN/IQBAL FIRDAUS
Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan aksi sebagai bentuk penolakan terhadap revisi Undang-Undang KPK di lobi gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (6/9/2019). Aksi ini merupakan penolakan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang dapat melemahkan KPK dalam memberantas korupsi. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS 

TUGAS utama KPK adalah mencegah dan memberantas korupsi hingga lembaga pemerintah yang menangani tindak pidana korupsi (Polri, Kejaksaan dan Pengadilan) berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberanras tindak pidana korupsi.

Untuk itu KPK dibentuk sebagai lembaga yang independen dengan tugas dan wewenang melakukan pemberantasan korupsi.

Namun demikian meskipun KPK sudah berusia 15 tahun berjalan, KPK belum berhasil memberantas dan mencegah korupsi termasuk belum berhasil membangun suatu sistem pemberantasan korupsi yang efektif dan efisien sesuai dengan wewenangnya yang diberikan oleh UU KPK.

Indikator suksesnya KPK memberantas dan mencegah korupsi terletak pada apakah telah lahir budaya masyarakat khususnya Penyelenggara Negara untuk hidup dan berperilaku anti terhadap perbuatan KKN.

Selama masyarakat khususnya Penyelengara Negara masih menjadikan KKN sebagai bagian dari gaya hidup bahkan mengidolakan korupsi sebagai gaya hidup, maka KPK dianggap gagal atau belum berhasil menciptakan sukses dalam pemberantasan korupsi.

Selama ini KPK hanya memberantas kejahatan korupsi pada bagian hilirnya saja, tetapi kejahatan nepotisme dan kolusi tidak pernah disentuh, bahkan pasal kejahatan nepotisme dan kolusi malah mati suri.

Padahal awal mula dari kejahatan korupsi adalah adanya kolusi dan nepotisme, kemudian terjadilah apa yang disebut korupsi, yang selama ini tidak pernah tercabut dari habitatnya.

Berita Rekomendasi

Memang KPK sering mengekspose keberhasilannya melakukan OTT.

Akan tetapi sukses OTT itu hanya merupakan sebagian kecil dari kerja KPK yang bersumber dari wewenang KPK yang sangat besar, yang seharusnya bisa dicapai KPK secara masif dalam memberantas korupsi pada bagian hulunya.

Penggiat Anti Korupsi membawa poster saat melakukan aksi pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor di kawasan Bundaran HI Jakarta, Minggu (8/9/2019). Aksi tersebut untuk menolak revisi UU KPK yang dianggap melemahkan kewenangan lembaga anti rasuah itu. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penggiat Anti Korupsi membawa poster saat melakukan aksi pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor di kawasan Bundaran HI Jakarta, Minggu (8/9/2019). Aksi tersebut untuk menolak revisi UU KPK yang dianggap melemahkan kewenangan lembaga anti rasuah itu. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

OTT hanya menangkap koruptor kecil pada bagian hilirnya saja, sedangkan kejahatan korupsi besar pada bagian hulunya di balik kejahatan suap itu tidak terdengar dilakukan oleh KPK.

Inilah sebetulnya membuat KPK berada pada posisi sagat dilematis, karena memiliki kekuasaan besar sebagai lembaga penegak hukum superbody, akan tetapi loyo tak berdaya dalam pelaksanaan di lapangan.

OTT memang tidak dikenal di dalam KUHAP, yang dikenal adalah "tangkap tangan" yaitu tertangkapnya seseorang yang tengah melakukan kejahatan atau yang sesaat setelah terjadi kejahatan.

Di dalam UU KPK dan UU lainnya kita tidak temukan aturan yang mengatur sebuah mekanisme tentang OTT (Operasi Tangkap Tangan).

Karena itu OTT KPK itu sebagai sebuah terobosan perluasan dari pengertian "tangkap tangan" terhadap sebuah kejahatan yang tengah terjadi yang boleh dilakukan oleh siapa saja (siapa saja boleh melakukan penangkapan) saat menemukan sebuah kejahatan yang tengah berlangsung. 

Halaman
12
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas