Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Gaung FFI Makin Memudar, Kenapa?
Penyelenggaraan Festival Film Indonesia (FFI) dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan. Bahkan kecenderungannya gaung dan kesakralannya terus men
Editor: Toni Bramantoro
Oleh: Sutrisno Buyil
Penyelenggaraan Festival Film Indonesia (FFI) dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan. Bahkan kecenderungannya gaung dan kesakralannya terus menurun.
Sejak perfilman dipindahkan dari Kementerian Pariwisata ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai harapan insan film.
Pola penyelenggaraan terus diinovasi dengan harapan bisa berkembang dan akhirnya FFI bisa menjadi barometer perkembangan industri film Indonesia.
Beberapa waktu lalu Komite Festival Film Indonesia (FFI) meluncurkan Piala Citra 2019 yang berlangsung di Aria Ballroom, The Tribrata, Jakarta Selatan pada Senin (23/9/2019).
Konon ada seratus lebih undangan menghadiri acara itu, sebagian besar wartawan yang diundang untuk meliput.
Semestinya lebih banyak wartawan yang berminat meliput, tetapi pihak pengundang tidak merespon sama sekali wartawan yang melakukan konfirmasi.
“Humasnya tidak merespon konfirmas. Mungkin karena bukan dari media terkenal, ya wislah gak udah datang. Ora pateken!” kata seorang wartawan hiburan dengan logat Jawanya yang medok.
Seorang wartawan lain yang diundang lewat email juga diperlakukan berbeda dengan wartawan lain yang datang, karena, katanya, panitia sepertinya melihat “kasta” media yang datang.
"Mungkin karena panitia nya artis top semua, jadi diundang atau tidak wartawan akan datang dan menulis berita. Padahal secara etika, kalau nggak diundang kita segan mau datang. Padahal sebagai wartawan yang meliput industri film lebih dari dua puluh tahun. Saya ingin meliput dan menulis, tapi karena nggak diundang bagaimana?"
Sejak FFI tahun 2015, perlakuan panitia FFI terhadap wartawan memang mulai berubah. Nama media mulai “disortir dan dipilah, media mainstream dan non mainstrem. Padahal perlakuan seperti itu pada akhirnya justru akan merugikan penyelenggaraan FFI sendiri, karena gaung terus memudar.
Karenanya FFI menjadi ajang penghargaan eksklusif yang nyaris tidak diketahui oleh publik, agendanya. Wartawan tidak pernah tahu siapa yang bertugas di meja Humas FFI, kalau pun ada nama yang ditunjuk, sulit ditemui atau bahkan dihubungi, karena sekretariat panitianya pun tidak jelas. Kalau ada kantor, tidak ada orangnya.
"Kehadiran media seperti tidak dibutuhkan lagi. Padahal dulu ketika masih di Pantai FFI dibawah Departemen Penerangan dan Kementerian Pariwisata media selalu dilibatkan dan di wongke. Makanya gaungnya terasa hingga pelosok Tanah Air.
Bahkan, ketika tahun 2015 ketika FFI diketuai artis Olga Lydia, penulis pernah datang ke Sekretariat FFI yang ketika itu menempati sebuah ruangan di lantai 18 Gedung C Kemdikbud, Jl. Jend. Sudirman Jakarta. Tempat itu dipinjamkan oleh Pusbang Film.