Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Gaung FFI Makin Memudar, Kenapa?
Penyelenggaraan Festival Film Indonesia (FFI) dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan. Bahkan kecenderungannya gaung dan kesakralannya terus men
Editor: Toni Bramantoro
Tetapi sesampainya di sana, tidak ada satu pun pejabat teras FFI yang ada di kepanitiaan. Ruang kosong melompong. Pola kerja seperti itu terus berlanjut hingga tahun 2018, karena jajaran panitia juga memiliki kesibukan masing-masing sesuai profesinya.
Sejauh pengamatan dan pengalaman penulis, sistem dan cara kerja kehumasan FFI terbaik dijalankan oleh Bidang Humas FFI yang berada di bawah Panitia Tetap (Pantap) FFI 1988 – 1992, yang diketahui oleh wartawan Ilham Bintang.
Ketika itu Bidang Humas memiliki hubungan yang baik, bahkan melibatkan wartawan-wartawan film di dalam kepanitiaan maupun dalam kegiatan. Ruang kerja Bidang Humas selalu terbuka.
Wartawan yang membutuhkan informasi dilayani. Bidang Humas juga selalu membuat Siaran Pers untuk menyampaikan semua kegiatan di kepanitiaan, bahkan di luar itu yang kaitannya dengan perfilman, untuk kemudian dikirim ke berbadai media melalui faksimili.
Wartawan yang datang ke ruang Humas Pantap FFI 1988 – 1992 seringkali mendapat bonus untuk menjadi bahan tulisan, karena ruang Humas selalu menjadi tempat “parkir” artis, tokoh-tokoh pefilman, juri-juri FFI, produser atau wartawan-wartawan senior.
Orang-orang seperti Drs. Asrul Sani, Teguh Karya, Chaerul Umam, H. Rosihan Anwar, Dr. Salim Said, Marusya Nainggolan, Tatiek Mailyati, bahkan artis menor ketika itu seperti Nurul Arifin kerap datang ke ruang Humas. Bidang Humas Pantap FFI 1988 – 1992 juga tidak pernah “mengkasta-kastakan” wartawan!
Cara itu coba diteruskan di awal kebangkitan FFI tahun 2004 setelah mati suri selama 12 tahun. Namun sistem penganggaran yang diatur oleh pemerintah membuat kerja kehumasan menjadi lebih sulit, walaupun sistem dan pola kerjanya tetap diusahakan ramah wartawan.
Diawal pertama kali FFI dipegang oleh lembaga swasta mandiri bernama Badan Perfilman Indonesia (BPI), tahun 2014, Ketua FFI ketika itu, Kemala Atmojo, masih mencoba menghidupkan pola lama, di mana Sekretariat FFI selalu terbuka untuk wartawan, Ketua FFI mudah ditemui dan diwawancarai, sehingga suasana guyub masih terasa. Mungkin karena Kemala Atmojo juga seorang wartawan yang memahami bagaimana tugas wartawan.
"Panitianya syurr dengan lingkungannya sendiri, wajar saja kalau acara kurang greget dan gaungnya mulai memudar," ujar Zairin Zein, salah satu konsultan ahli MD Pictures ketika bincang dengan awak media di Kantor MD.
Zairin menambahkan FFI itu mestinya jadi milik masyarakat luas, bikin milik segelintir orang. Makanya penyelenggaraannya juga harus dinikmati dan dirasakan masyarakat luas." ujar Zairin yang pernah terlibat di beberapa penyelenggaraan FFI ini.
*Sutrisno Buyil, mantan wartawan Majalah Film kini menjadi wartawan lepas di berbagai media online