Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Sepuluh Kelemahan Kesebelasan Nasional Indonesia (Bagian 4)
Dalam mengejar prestasi kesebelasan nasional masih sangat minim memakai sport science atau olah raga ilmiah.
Editor: Dewi Agustina
Tiadanya rasa ngotot untuk memang ini, boleh jadi terkait pula dengan tiada rasa malu dari pemain dan pengurus ketika Indonesia mengalami kekalahan terus menerus sampai titik nadir.
Pemain tidak pernah luka batinnya ketika Indonesia dikalahkan lawan, termasuk digunduli. Setidaknya tidak nampak dari gesture dan mimik pemain.
Pengurus juga lebih-lebih lagi. Tak ada ekspresi rasa ketika kesebelasannya keok dihajar di kandang 3-0, 5 -O atau 3-1.
Seakan kekalahan itu memang hal yang wajar terjadi. Titik.
Setelah itu tidak ada pernyataan terbuka mereka menyesal, sedih apalagi menyatakan diri malu dari para pengurus.
Baca: Profil Suharso Monoarfa, Orang ke-6 yang Datang ke Istana Hari Ini, Pernah jadi Menteri di Era SBY
Bagi pengurus PSSI seakan kekalahan kesebelasan nasional Indonesia hal yang biasa-biasa saja. Harusnya mengurus PSII meminta maaf dan membeberkan upaya-upaya perbaikan ke depan.
(7) Kurang Visioner
Para pemain Indonesia kelihatan terang benderang kurang visioner.
Simaklah, manakala membangun serangan dari bawah, pemain mengoper di daerah pertahanan dari satu pemain ke pemain lainnya, tetapi para pemain itu tidak punya visi yang bagus buat apa operan-operan kepada sesama pemain di daerah sendiri: apakah untuk memancing lawan maju ke depan dan kemudian dengan demikian ada ruang kosong di kesebelasan lawan dan pemain kita dapat melakukan serangan mendadak, atau untuk menyusun persiapan penyerangan dengan tak-tik tertentu.
Para pemain kita tidak faham dengan pentingnya visi dalam permainan.
Tidak mengherankan kalau di pertahanan operan-operan itu akhirnya bola dikembalikan lagi ke kiper berulang-ulang. Kalau tidak ke kiper, sering salah umpan atau dan dapat direbut lawan.
Pemain depan juga jarang yang memiliki visi. Misalnya kapan harus melakukan dribling atau solo run ke depan, mengoper ke teman atau tembak langsung ke gawang.
Apalagi karena pemain lain juga tidak mempunya visi yang kuat, sering pemain yang mendrible bola bingung karena tidak ada kawannya yang berdiri pada posisi bebas atau posisi baik, tak jarang tak ada kawannya sama sekali.
Visi ini dapat terbentuk dengan tingkat kecerdikan pemain, inisiatif dan kepaduan kesebelasan.
Kebetulan ketiganya tidak diasah secara khusus, sehingga kesebelasan Indonesia terlihat seperti tampil asal-asalan tanpa strategi yang berarti. (Bersambung)