Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pak Menpora, Selamat Datang Di Ladang Subur
Presiden Indonesia ke-2, Pak Harto memperkokohnya dengan mengajak semua pihak untuk berpartisipasi langsung.
Editor: Toni Bramantoro
OLEH: M. Nigara
"MEMBANGUN olahraga, membangun bangsa!"
Bung Karno 1962..
Saya tak bosan terus-menerus mencuplik ucapan Bung Karno ini. Presiden pertama Indonesia ini punya impian yang dahsyat tentang dunia olahraga nasional. BK percaya, negara akan maju jika dunia olahraganya maju.
Lalu, Presiden Indonesia ke-2, Pak Harto memperkokohnya dengan mengajak semua pihak untuk berpartisipasi langsung.
"Memasyakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat!" katanya saat pidato pembukaan Haornas (Hari Olahraga Nasional), 9 September 1984 di Stadion Sriwedari, Solo.
Dan sejak 1948 hingga 2018, atau selama sekitar 70 tahun, dunia olahraga nasional selalu digunakan sebagai garda terdepan untuk kepentingan bangsa. Olahraga dijadikan public relations di tingkat dunia.
Dari pagelaran PON pertama 1948, hingga pesta Asian Games ke-20 di 2018 lalu, jelas olahraga dijadikan alat untuk kepentingan bangsa.
Tidak Punya Rumah
Tapi pedihnya, olahraga belum sekali pun menikmati hasilnya. Bahkan hal yang paling standar saja, olahraga Indonesia belum memperolehnya. Contohnya, dunia olahraga belum punya rumah sendiri.
Para pelakunya masih hidup di bawah rata-rata, dan para penggilanya (pembinanya) lebih banyak menderita dari pada bahagia. Sudah keluar uang banyak, mereka justru lebih sering dicaci, dituduh dan difitnah jika gagal. Namun jika sukses, orang lain yang ambil manfaatnya.
Terkait rumah, contoh yang paling konkret nyatanya KONI, KOI, dan cabang-cabang olahraga, bahkan Kemenpora sendiri, kantornya masih menumpang. Atau malah harus membayar sewa.
Padahal seluruh pekerjaan mereka untuk kepentingan negara. Ada memang yang melakukan hal-hal negatif, seperti yang tersangkut KPK, tapi jumlahnya kalah banyak dengan yang masih murni bergerak untuk bangsa dan negara.
PPK-GBK, pengelola lahan 279,1 hektar yang di atasnya berdiri komplek dan sarana olahraga, sama sekali tidak salah ketika menerapkan kebijakannya. Sebagai mantan direksi GBK, saya paham betul adanya ketidaksingkronan antara kebijakan dengan pelayanan.
![Baca WhatsApp Tribunnews](https://asset-1.tstatic.net/img/wa_channel.png)