Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kisah Kopi di Tana Karo dan Diplomasi Kopi Turki JK
Untuk mengetahui kopi tersebut berkualitas atau tidak, cukup mudah. Cemplungkan di air, jika mengambang tanda tidak berkualitas.
Editor: Hasanudin Aco
Tanaman kopi jenis ini, tumbuh pada ketinggian 500 s/d 2000 mdpl dengan suhu rata-rata 21-24O C dengan curah hujan 2000 – 3000 mm, dan didukung struktur tanah yang baik dengan kandungan bahan organik 3% serta Ph 5,5 – 6,5.
Saat ini, tanaman kopi tersebar di seantero Karo. Antara lain di seluruh Kecamatan.
Perkebunan kopi paling luas terdapat di Kecamatan Merek, Tiga Panah, Simpang Empat, Payung, dan Munthe.
Saat ini Kecamatan Merek dikenal sebagai sentra produksi kopi, karena wilayah ini merupakan daerah pengembangan tanaman kopi dengan luas mencapai 1.500 hektare.
Berbicara tentang kopi khas Tanah Karo, kopi ini sudah terkenal sejak lama oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Sumatera Utara. Pada zaman penjajahan Belanda kopi Karo sudah dibawa ke Eropa untuk diperdagangkan.
Kopi Karo mempunyai rasa unik dibandingkan kopi pada arabika umumnya. Cita rasa kopi Karo memenuhi standar selera kopi dunia.
Hal menarik yang bisa kita temukan di kopi ini ialah bahwa kopi Karo mempunyai rasa buah, seperti anggur dan jeruk. Itulah kenapa, Doni spontan mengatakan, suatu saat segelas kopi Karo harus seharga segela wine Perancis.
Pengolahan yang digunakan memproduksi kopi khas Karo ialah teknik washed process atau dikenal dengan teknik penggilingan basah. Biji kopi yang sudah dipanen kemudian direndam air dan biji kopi akan dipilih berdasarkan kualitasnya.
Mana yang berkualitas dan tidak akan dipisahkan sehingga hanya biji kopi berkualitas yang dipilih.
Untuk mengetahui kopi tersebut berkualitas atau tidak, cukup mudah. Cemplungkan di air, jika mengambang tanda tidak berkualitas.
Di Karo, hanya biji kopi yang tenggelam saja yang diproses.
Setelah melalui proses rendaman air, proses selanjutnya ialah memisahkan kulit biji kopi dengan daging biji kopi menggunakan mesin pengelupasan biji kopi. Setelah itu, biji kopi diproses lebih lanjut hingga proses fermentasi.
Tidak heran jika Doni Monardo pun begitu terkesan dengan cita rasa kopi Karo yang nikmat. Unik pula rasanya.
Membahas diplomasi kopi memang tak bertepi. Saya teringat, April 2013 lalu saat menemani Ketua Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla sarapan pagi di Restoran Gorkem Kilis Sofras, yang berada di tepi Laut Marmara, Turki.