Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Pak Menag, Ingatlah Tan Hana Dharma Mangrwa!

Memang benar mengatasi radikalisme itu penting, tetapi tidak dengan cara yang sama radikalnya.

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Pak Menag, Ingatlah Tan Hana Dharma Mangrwa!
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Menag Fachrul Razi: PNS yang Ngotot Pakai Celana Cingkrang, Keluar Saja: Bantah Larang Cadar. 

Pak Menag, Ingatlah Tan Hana Dharma Mangrwa!

Oleh KH. Imam Jazuli, Lc., M.A.*

Bukan hendak mengajari Bapak Menteri Agama yang baru tentang Pilar Kebangsaan kita. Tetapi, memahami Bhinneka Tunggal Ika tidaklah cukup bila tanpa kalimat penyambungnya: tan hana dharma mangrwa (tidak ada kebaikan yang mendua). Memang benar mengatasi radikalisme itu penting, tetapi tidak dengan cara yang sama radikalnya.

Belakangan viral Menteri Agama Jenderal TNI (Punr) Fachrul Razi berbicara soal celana cingkrang,  larangan bercadar, khilafah, dan yang unik mulai memikirkan melakukan penataran ustad-ustad. Bagi beliau, aspek-aspek teknik ini dipikir sebagai perkara esensial dan substansial dalam penanganan radikalisme dan terorisme di Indonesia.

Simplifikasi persoalan tidak akan menyelesaikan masalah. Misalnya, tidak semua orang yang bercadar dan memakai celana cingkrang berafiliasi dengan radikalisme. Begitu pun, orang-orang yang mendukung khilafah bisa saja tidak memakai celana cingkrang, cadar, sorban, dan identitas-identitas formalistik lainnya. Memahami radikalisme harus lebih dalam lagi.

Selain itu, latar belakang intelektual dan karier bapak menteri yang militeristik tidak cukup digunakan sebagai pendekatan dalam memerangi radikalisme. Tidak perlu jauh kita ambil contoh, lihatlah cara Amerika dan negara-negara Barat yang militeristik itu.

Atas nama perang terhadap terorisme-radikalisme Islam, sejak era George W. Bush hingga Donald Trump, Amerika menjadi biang utama perang bersenjata.

Berita Rekomendasi

Dengan latar belakang sebagai purnawirawan TNI, bapak Menag sangat berkuasa untuk mengikuti jejak langkah Amerika yang militeristik dalam menangani radikalisme di Indonesia.

Tinggal ucapkan sepatah dua patah kata, militer akan angkat senjata untuk memberondongkan peluru kepada pihak-pihak yang dicap radikal. Tetapi, apakah begitu cara hidup kita yang mengusung Bhinneka Tunggal Ika? Lantas, apa makna Tan Hana Dharma Mangrwa?

Islam rahmatan lil alamin yang diperjuangkan oleh PBNU atau Islam Berkebudayaan dari KH. Prof. Dr. Kiai Said Aqil Siradj, misalnya, adalah pendekatan Islam yang tawasut, tawazun, tasamuh, dan i’tidal.

Radikalisme memang musuh bersama bangsa dan negara kita. Tetapi, pendekatan militeristik bukan satu-satunya pilihan. Terlebih lagi, Pilpres ‘berdarah’ baru saja usai. Tidak perlu kita memperuncing permusuhan lagi antar sesama putra bangsa.

Ketua Umum GP Anshar, Gus Yaqut Cholil Qoumas, ada benarnya. Pemerintah selayaknya duduk bersama untuk memikirkan teknik-teknik substansial dalam memerangi radikalisme.

Ideologi radikal bukan perkara performa yang artifisial. Artinya, jangan menilai orang lain radikal hanya dari cara berpakaian atau penampilan luarnya. Bukankah sudah ada pepatah: don’t judge a book by it’s cover?!

Secara kekuasaan, Menag memang bisa dibilang otoritatif dalam melakukan apa saja. Bahkan untuk tidak minta restu dari siapapun selain presiden pun sah-sah saja.

Halaman
12
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas