Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pak Menag, Lakukan Ini untuk Kemenag, Jangan Menebar Kontroversi!
Dalam 100 hari pertama itu, semoga program penanganan radikalisme sudah terang benderang,
Editor: Husein Sanusi
Satu hal yang mungkin bisa jadi pertimbangan Kemenag bila hendak memberikan layanan keagamaan publik yang berbasis online; yaitu “pondok pesantren online”. Hal sudah dilakukan secara sporasi oleh masyarakat yang peduli pada pendidikan pesantren berbasis koneksi internet. Tetapi, dukungan serius dari Kemenag akan memberikan daya lebih bagi perjuangan mereka yang luar biasa.
Keempat, memanfaatkan dan mendorong potensi umat yang beragam untuk pemberdayaan, edukasi, penguatan literasi keagamaan, dan inovasi kreatif yang sangat variatif. Kemenag juga tidak ada salahnya bila memberikan penghargaan terhadap karya-karya kreatif-inovatif masyarakat di bidang keagamaan.
Jika bapak Menag pernah turun langsung ke lapangan, memantau kehidupan kreatif para santri, misalnya, pasti akan menemukan banyak pondok-pondok pesantren yang jauh lebih serius berjuang untuk bangsa dan negara dibanding pemerintah sendiri. Memang benar sebagian pondok pesantren bergantung pada dana sumbangan dari pemerintah, tetapi jauh lebih banyak pondok pesantren yang hidup mandiri dalam mengabdi pada umat dan negeri.
Dukungan Kemenag pada kreasi dan inovasi masyarakat di bidang keagamaan selain akan memberikan daya tambah juga akan meningkatkan dukungan moril. Masyarakat nantinya tidak akan mudah terpengaruh oleh opini liar bahwa negara sering kali tidak hadir dalam perkara-perkara urgen masyarakat di lapangan.
Banyak pesantren yang berkolaborasi dengan masyarakat untuk mengelola UMKM, agribisnis, kesehatan, perdagangan, dan lainnya yang semua itu berbasis nilai-nilai keagamaan. Tidak sedikit masyarakat pesantren dan pondok pesantren yang bisa mandiri dari usaha-usaha ini. Tetapi, negara (dalam hal ini Kemenag) jarang hadir.
Kelima, Undang-undang Pesantren adalah kekuatan besar bagi Kemenag. Di sana sudah ada jaminan bahwa APBD dan APBN dapat dipergunakan bagi kepentingan masyarakat di sekitar dan komunitas pesantren, mulai dari aspek pendidikan dan infrastruktur, hingga peningkatan sumber daya manusia dan pembekalan soft skill yang dibutuhkan jaman. Otoritas menerjemahkan UU Pesantren menjadi program kerja yang bardaya massif, terstruktur, ada di tangan Kemenag. Tinggal secara terbuka dan fairplay saja menjaring usul dan ide dari publik.
Terakhir, yang paling penting, Kemenag harus melanjutkan visi moderasi agama. Semua agama yang diakui negara adalah moderat dan damai. Jika muncul kelompok agama yang radikal, itu hanya segelintir. Karenanya, menghadapi mereka yang radikal harus tetap dengan cara yang moderat dan santun. Inilah semua alasan kita mendambakan lembaga Kemenag yang memiliki visi jangka panjang, baik dalam berpikir maupun menentukan langkah strategis. Supaya tidak kaku dan militeristik.
*Penulis adalah alumni Universitas Al-Azhar, Mesir; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Periode 2010-2015.