Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Rizieq yang Tak Kunjung Pulang
Bila musuh sudah terdesak, berilah ia jalan keluar supaya tidak menyerang balik secara membabi buta.
Editor: Hasanudin Aco
Langkah pemerintah membiarkan bahkan memfasilitasi kepulangan Rizieq ke Indonesia akan membuktikan bahwa pemerintahan Presiden Jokowi sudah dalam kondisi benar-benar kuat. Suara berisik Rizieq, mengutip ungkapan Bung Karno, tak lebih dari sekadar "badai di dalam gelas" atau riak-riak kecil dalam gelombang revolusi Indonesia.
Bila memang benar Rizieq bermasalah dengan Arab Saudi, biarlah ia menyelesaikan masalahnya sendiri. Pemerintah tak bisa intervensi kedaulatan hukum di negeri orang. Paling banter pemerintah hanya bisa memberikan advokasi atau bantuan hukum sebagaimana terhadap para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bermasalah di luar negeri.
Namun, apa pun kondisinya, sudah selayaknya semua pihak berintrospeksi atau mawas diri dan kemudian rekonsiliasi.
Rizieq, meskipun banyak pengikut, bila melanggar hukum maka harus diproses sesuai ketentuan yang berlaku, selaras dengan prinsip equality before the law (kesetaraan di muka hukum), asas hukum yang dianut Indonesia.
Indonsia adalah negara hukum (rechtsstaat atau rule of law), bukan negara kekuasaan (machtstaat), sehingga tak ada yang kebal hukum di republik ini.
Bagi pemerintah, hendaknya lebih ramah kepada para ulama, karena ulama (yang benar) adalah penjaga moral bangsa. Jangan alergi apalagi anti terhadap ulama. Jangan biarkan Rizieq menjadi "gelandangan" di negeri orang alias stateless bila paspor yang ia pegang sudah habis tahun 2021 mendatang.
Sudah saatnya energi seluruh anak bangsa ini difokuskan untuk membangun negeri, bukan mengurus Rizieq yang kadang penuh sensasi dan kontroversi.
Karyudi Sutajah Putra: Pegiat Media, Tinggal di Jakarta.