Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ketika Sang Jenderal Menyuguhkan Sukun Goreng
Sehari sebelumnya mantan Pangdam Pattimura ini memang mendapat kiriman dua kotak besar buah sukun dari Ambon Maluku.
Editor: Hasanudin Aco
Berdasarkan pengalaman, jenis pohon tertentu memiliki kemampuan menyimpan air, antara lain adalah sukun. "Jadi kalau setiap desa punya pohon sukun yang cukup banyak sangat mungkin bisa menyimpan air. Jadi ketika kemarau panjang sumber air di desa itu masih bisa terjaga. Termasuk juga pohon aren,” ungkap Doni bersemangat.
Penjelasan Doni ini tak semata berbasis literatur akademik. Namun juga berdasarkan pengalaman pribadi. Saat berpangkat letnan bertugas di Timor Timor, Doni berkisah bahwa hampir semua desa yang ada pohon sukun pasti tidak kekurangan air. Bahkan ada beberapa tempat yang dengan mudah ditemukan mata air.
"Kita harus jaga mata air, agar tidak berurai air mata," ungkap Doni yang di rumahnya di kawasan BSD juga menanam sukun.
Bersemangat dan detail Doni menyampaikan bahwa pohon sukun di pinggir pantai juga bisa menjadi tanaman lapis kedua setelah mangrove, kelapa, cemara udang, ketapang, waru dan tanaman lainnya yang akrab dengan pasir dan air asin.
"Bisa membantu menahan abrasi yang dahsyat, khususnya di sejumlah wilayah kepulauan yang memiliki resiko abrasi tinggi," kata Doni seraya menambahkan bahwa pohon sudah terbukti mampu meredam gelombang tsunami. Untuk diketahui kecepatan tsunami bisa mencapai 700 km per jam. Nah pohon pohon tersebut bisa menjadi shelter alam, dipanjat, dipasangi tangga dan tali, karena tingginya bisa 30 meter dengan akar kokoh.
Doni menyampaikan, selain menjaga air, pohon sukun juga memiliki nilai ekonomis yang hebat. Untuk beberapa jenis sukun, khususnya dari Indonesia timur, Ambon, NTT, Bone dan Papua, rasanya gurih renyah dan harga jualnya bikin gemes. "Di Singapore saya dapat info, per kg dijual 15 Sing Dolar," ungkap mantan Dan Brigif Kariango Sul Sel itu.
Karenanya, menurut Doni buah sukun bisa menjadi penopang ekonomi masyarakat terutama saat paceklik atau gagal panen, karena merupakan pangan alternatif.
Sejarah memang mencatat, dulu VOC datang ke bumi nusantara selain mengejar rempah rempah juga mencari buah sukun. Di Eropa buah sukun mereka namai breadfruit, karena memang cita rasanya seperti roti.
Sejumlah Asisten di Kodam Pattimura, periode Doni menjabat Pangdam 2015 hingga 2017, menceritakan bahwa dalam setiap kegiatan Doni selalu menyuguhkan sukun kepada tamu tamunya, baik digoreng, direbus dan dikukus. Pendampingnya agar lebih maknyus yakni gula aren dan parutan kelapa segar.
Tak pelak, pohon sukun memang teramat istimewa bagi Indonesia. Saat saya menggarap film layar lebar "Ketika Bung Di Ende" 2013 (dibintangi Paramitha Rusady, Baim Wong dan Niniek L Karim - kisah pengasingan Bung Karno di1934-1938 di Ende, Flores, NTT), saya menyaksikan langsung lokasi tempat Bung Karno merenung, di bawah pohon sukun.
Ketika itu, sebagaimana isi film "Lari Dari Blora" pergerakan Soekarno dan beberapa rekannya dianggap berbahaya oleh Belanda. Hal ini membuat Belanda kembali mengasingkan Bung Karno setelah sebelumnya keluar dari Penjara Sukamiskin di Bandung.
Untuk sampai ke Ende, Soekarno menempuh delapan hari perjalanan dengan menggunakan kapal. Belanda sengaja membuang Soekarno ke tempat yang jauh agar bisa memutus hubungan dengan para pejuang lain.
Pada 14 Januari 1934, Bung Karno bersama sang istri, Inggit Garnasih serta ibu mertua (Ibu Amsi) dan anak angkatnya, Ratna Djuami, tiba di rumah tahanan yang terletak di Kampung Ambugaga, Ende.
Di sekitar lokasi pengasingannya, terdapat pohon sukun. Nah di bawah rindang pohon sukun inilah Bung Karno banyak merenung, hingga tercetus lima sila pancasila.