Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Jangan Terkecoh Senyum si Pelaku Teror Sperma
Ketika si pelempar air mani kemudian memangsa anak-anak, maka jadilah dia sebagai predator pedofilia fakultatif.
Editor: Dewi Agustina
Penulis: Reza Indragiri Amriel
Pengurus Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI)
Di Jawa Barat, seorang lelaki diringkus polisi karena melempar air mani ke sekian banyak orang.
Hingga kemarin baru lima korban yang melapor ke polisi. Semuanya perempuan.
Kenapa baru lima? Karena kebanyakan korban, dalam kasus semacam ini, memilih untuk tidak melapor.
Menghindari ketakutan berulang. Belum lagi risiko mengalami perundungan oleh oknum saat proses hukum berlangsung.
Karena itu, ada baiknya otoritas penegakan hukum mulai memberlakukan victim impact statement (VIS).
VIS adalah kertas berisi keluh kesah korban, deskripsi kejadian, perasan korban, harapan korban, dll.
Dengan VIS, korban tidak lagi harus hadir di persidangan. Bobot VIS setara dengan kehadiran korban secara lahiriah di hadapan majelis hakim.
Baca: Ormas di Tasikmalaya Tuntut Sukmawati Soekarnoputri Diadili, Ancam Geruduk Jakarta
Baca: Hindari Perundungan, Aparat agar Tak Hadirkan Korban Pelemparan Sperma di Persidangan
Sisi lain, pelaku ini patut disikapi sebagai predator in making.
Dia sedang menjelma sebagai pemangsa.
Ini terjelaskan oleh fakta bahwa perilaku kejahatan cenderung bereskalasi.
Hari ini dia sebatas baca majalah saru, besok film biru, lusa memuaskan diri dengan masturbasi, menyasar orang lain sebagai objek.
Ngerinya, tak ada rotan akar pun jadi.
Tak ada uang untuk ke PSK, takut tertular penyakit seksual, takut hamil, dan takut pada lawan jenis dewasa, bisa saja si pelempar air mani mengincar "target ideal".