Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Anies, Antara Tata Kota dan Tata Kata
Anies menyebut Greta sebagai sosok yang berhasil menggerakkan dunia dengan kata-kata.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Karyudi Sutajah Putra
"Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. "
(WS Rendra)
TRIBUNNEWS.COM - Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta yang ahli tata kata, bukan tata kota, itu seakan mendapat “legitimasi” ketika seorang aktivis berusia 16 tahun asal Swedia, Greta Thunberg, terpilih sebagai “Person of the Year 2019” versi Majalah TIME.
Anies menyebut Greta sebagai sosok yang berhasil menggerakkan dunia dengan kata-kata.
Seperti diberitakan, Greta dikenal sebagai aktivis lingkungan yang vokal mendesak pengambilan langkah menghadapi krisis iklim global.
Dia memulai aksi pada Agustus 2018 dengan membolos sekolah lalu berkemah di depan gedung parlemen Swedia, meminta pemerintah setempat mengambil tindakan atas bahaya perubahan iklim. Dari sana, kampanye Greta kian membesar menjadi gerakan global.
Anies menyebut aksi Greta sebagai contoh pentingnya bernarasi. Bahkan ia kemudian mengkritik mereka yang menganggap kata-kata tidak penting, yang penting kerja.
Kerja, kerja, kerja merupakan jargon Presiden Joko Widodo. Apakah Anies sedang menyindir atau mengkritik Jokowi?
Kita tidak tahu pasti. Yang jelas Anies sedang mencari "legitimasi" atas kelihaiannya bersilat lidah atau menata kata.
Mengapa Anies harus mencari “legitimasi” melalui Greta? Sebab selama lebih dari setahun memimpin ibu kota, Anies dipersepsikan lebih banyak mengumbar kata-kata daripada bekerja dan berkarya.
Sebagai kepala wilayah, meski tidak berlatar belakang insinyur seperti Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, semestinya ia menguasai ilmu tata kota, bukan sekadar tata kata.
Untuk mengatur wilayah mutlak dilakukan dengan tata kota, sedangkan untuk mengatur penduduk bolehlah dilakukan dengan tata kata. Ketika tata kata lebih dominan daripada tata kota maka timbullah kegaduhan. Abadilah kesemrawutan kota dan kemacetan lalu lintas.
Diakui atau tidak, saat memimpin ibu kota, Ahok dalam menata kota berhasil membangun antara lain Jalan Simpang Susun Semanggi, dan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo, Jakarta Barat, di bekas lokalisasi terbesar di Jakarta itu, yang sangat fenomenal.
Sementara Anies "baru" menghasilkan trotoar yang justru memancing polemik.