Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Maknai Khalifah sebagai Pengemban Kemaslahatan dan Keadilan Tanpa Memandang Identitas Agama

Dalam konteks masyarakat Indonesia, seorang khalifah atau pemimpin harus dirasakan oleh seluruh raknyatnya. Tidak memandang identitas agama

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Maknai Khalifah sebagai Pengemban Kemaslahatan dan Keadilan Tanpa Memandang Identitas Agama
dok pribadi
Oman Fathurahman 

Dalam konteks masyarakat Indonesia, seorang khalifah atau pemimpin harus dirasakan oleh seluruh rakyatnya. Tidak memandang identitas agama, bahasa, suku, dan ras.

Karenanya, dalam menyongsong kepemimpinan nasional yang mampu mengantarkan Indonesia pada cita-cita kemerdekaan, menghayati nilai-nilai Pancasila dan merefleksikan dalam kebijakan kenegaraan adalah sebuah keharusan.

Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr. Oman Fathurahman, M.Hum menjelaskan dalam tradisi Islam, kata Khalifah itu punya dua makna. Pertama, khalifah secara umum, yakni manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Dimana Allah menyebut Nabi Adam sebagai seorang Khalifah yang diturunkan, seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30.

Dan yang kedua, Khalifah secara khusus, yakni dimaksudkan dalam konteks pengganti Nabi Muhammad sebagai pemimpin agama dan Negara.

“Dalam sejarah kesultanan di Nusantara, para Sultan banyak yang menggunakan gelar ‘Khalifatullah fil Ardh’ atau Khalifah di muka bumi, yang bisa dianggap mengandung dua arti sekaligus, baik sebagai manusia sempurna (insan kamil) makhluk Tuhan, maupun sebagai Raja, wakil Tuhan untuk mengelola bumi. Apapun makna khalifah yang dirujuk, jelas bahwa misi Tuhan menjadikan manusia atau pemimpin sebagai khalifah adalah untuk mewujudkan kemaslahatan dan keadilan bagi semesta," ungkap Prof Dr. Oman Fathurahman, M.Hum, Rabu (15/1/2020).  

Namun demikian menurutnya, seiring dengan perkembangan zaman dan semakin beragamnya kebudayaan manusia, termasuk beragamnya sebutan pemimpin dan sistem pemerintahan, maka makna khalifah ini perlu dimaknai secara substantif dalam konteks masing-masing, termasuk dalam konteks Indonesia.

Berita Rekomendasi

“Makna substatif yang tidak boleh hilang adalah khalifah sebagai pengemban kemaslahatan dan keadilan. Karenanya, semua pemimpin Indonesia harus bisa mewujudkan kemaslahatan dan keadilan itu sebagaimana menjalankan praktik agama juga harus dipahami sebagai bagian dari komitmen dalam mewujudkan kemaslahatan bernegara,” ujar Oman

Oleh karenanya, semua pemimpin Indonesia harus bisa mewujudkan kemaslahatan dan keadilan itu dengan jalan dan caranya masing-masing.

Mengingat bentuk dan sistem pemerintahan di Indonesia yang berketuhanan Yang Maha Esa, maka setiap pemimpin, dan juga manusia, Indonesia harus memahami pengabdian kepada Negara ini.

“Karena hal itu sebagai bagian dari pengamalan ajaran agama, sebagaimana menjalankan praktik agama juga harus dipahami sebagai bagian dari komitmen dalam mewujudkan kemaslahatan bernegara. Inilah sesungguhnya substansi makna khalifah dalam konteks manusia Indonesia,” tutur pria yang juga Staf Ahli Menteri Agama bidang Manajemen Komunikasi dan Informasi ini.

Lebih lanjut, pria Kelahiran Kuningan, 8 Agustus 1969 itu mengungkapkan bahwa sejatinya kita sebagai umat Islam harus mencontoh sikap Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan. Karena bagi umat Islam, Nabi Muhammad Saw adalah ‘uswah hasanah’ atau teladan yang baik.

“Tetapi, jangan keliru. Dalam konteks kepemimpinan, Nabi Muhammad bukan khalifah (pengganti), ia justru pemimpin yang digantikan oleh para sahabatnya. Nabi Muhammad  adalah khalifah dalam konteks sebagai manusia sempurna, yang harus diteladani,” urainya.

Namun demikian Oman juga mengatakan bahwa ketika terjadi kerusakan ataupun pertikaian di bumi dan lingkungan sosial yang tidak harmonis, maka perilaku buruk manusia terhadap semesta tidak berarti menghilangkan statusnya sebagai khalifah di muka bumi. Karena setiap manusia bertanggung jawab terhadap kedamaian di muka bumi.

Halaman
12
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas