Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menakar 70 tahun Hubungan Diplomatik Indonesia dengan Rusia
Walaupun mayoritas beragama Kristen Ortodox, sekitar 14% atau sekitar 24 juta penduduknya adalah penganut agama Islam, mungkin yang terbesar
Editor: Rachmat Hidayat
Oleh M. Wahid Supriyadi
Duta Besar Republik Indonesia untuk Federasi Rusia merangkap Republik Belarus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Banyak pihak di Indonesia yang tidak mengetahui bahwa Rusia adalah sebuah negara multi-kultural yang terdiri dari sekitar 120 suku bangsa (mereka menyebut nationalities) dengan berbagai ragam bahasa dan budaya.
Walaupun mayoritas beragama Kristen Ortodox, sekitar 14% atau sekitar 24 juta penduduknya adalah penganut agama Islam, mungkin yang terbesar di daratan Eropa. Beberapa negara bagian seperti Tatarstan, Dagestan, Chechnya dan Bashkortostan mayoritas penduduknya beragama Islam.
Baca: Akhir Juli 2020, KBRI Kembali Gelar Festival Indonesia ke-5 di Moskow
Sejak runtuhnya Uni Soviet, sekitar 8.000 masjid telah didirikan dan menjadikan Islam sebagai agama yang paling pesat pertumbuhannya di Rusia.
Ada cerita menarik. Pada tahun 988, Prince Vladimir yang juga dikenal sebagai Grand Prince of Kiev and All Russia, sebelum menentukan Kristen Ortodox sebagai agama negara, beliau telah mempertimbangkan Islam dan Judaisme sebagai pembanding.
Baca: Rusia Konfirmasi 2 WNA Asal China Terinfeksi Virus Corona, Kasus Infeksi Bertambah Jadi 9.937
Islam kemudian tidak diterima karena melarang minum alkohol, sementara Judaisme karena dinilai tidak berhasil mendorong kaum Yahudi mengambil tanah kelahirannya. Islam ketika itu banyak dianut oleh masyakat di Volga Bulgars (saat ini negara bagian Tatarstan).
Islam sendiri sebenarnya sudah masuk Rusia sekitar 10 tahun setelah Nabi wafat. Pada tahun 734 dimasa kekhalifahan Ummayah, telah didirikan sebuah masjid yang disebut Masjid Juma di kota tua Derbent, masuk wilayah Dagestan saat ini. Masjid itu masih berdiri kokoh sampai sekarang walau pernah diterpa gempa bumi yang hebat.
Nah pada 3 Februari 2020 ini genap 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia Rusia yang dimulai tahun 1950. Dalam kurun waktu 70 tahun hubungan kedua negara mengalami pasang surut. Di era kepresidenan Soekarno, atau Orde Lama, hubungan Jakarta dan Moskow sangat dekat dan bahkan sangat “mesra”.
Baca: Dua WNA Rusia Bikin Home Industri Penanaman Pohon Ganja di Jimbaran
Kedua kepala negara sering bertemu dan saling kunjung. Presiden Soekarno sendiri telah berkunjung sebanyak 4 kali ke Uni Soviet yaitu tahun 1956, 1959, 1961, dan 1964. Sementara pemimpin Uni Soviet yaitu Kliment Voroshilov dan Nikita Khruschev mengunjungi Indonesia masing-masing tahun 1957 dan 1960.
Uni Soviet ketika itu banyak membantu Indonesia, baik di sektor infrastruktur, keuangan, penyiapan kader-kader bangsa melalui bidang pendidikan, maupun teknik militer. Salah satu peran penting Uni Soviet lainnya adalah dukungannya dalam proses kembalinya Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi tahun 1963.
Di era Orde Baru, Moskow seakan jauh dari “radar” Indonesia. Akan tetapi, terdapat beragam upaya untuk mendekatkan hubungan kedua negara. Pada bulan Juli 1986, ketika berpidato di Vladivostok, pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev menyebut Indonesia salah satu di antara negara-negara dimana Uni Soviet siap memperluas hubungan.
Terobosan untuk mendekatkan kembali hubungan kedua negara ditandai dengan kunjungan Presiden Soeharto ke Moskow pada 7-12 September 1989. Dalam kunjungan tersebut ditandatangani Pernyataan mengenai Dasar-Dasar Hubungan Persahabatan dan Kerja Sama antara Indonesia dengan Uni Soviet.
Baca: Akhir Juli 2020, KBRI Kembali Gelar Festival Indonesia ke-5 di Moskow
Perubahan geopolitik di dunia internasional awal tahun 1990-an yang ditandai dengan runtuhnya tembok Berlin dan bubarnya Uni Soviet berdampak pula pada arah hubungan Indonesia dan Rusia. Uni Soviet dibentuk pada 30 Desember 1922 dan dinyatakan bubar pada 25 Desember 1991.
Pada 28 Desember 1991 melalui surat Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Ali Alatas, yang ditujukan kepada Menteri Luar Negeri Rusia, Andrei V. Kozyrev, Pemerintah Indonesia mengakui secara resmi Federasi Rusia sebagai “pengganti sah” (legal successor) Uni Soviet. Indonesia dan Rusia terus berupaya meningkatkan hubungan dan kerja sama.
Pada awal abad ke-21 hubungan dan kerja sama Indonesia dengan Rusia memasuki babak baru. Hal ini ditandai dengan saling kunjung atau pertemuan pemimpin kedua negara dan para pejabat tinggi pemerintahan, serta saling dukung di forum internasional.
Baca: Tak Hanya Senjata Militer Modern, Iran Miliki Pasukan Lumba-lumba Pembunuh Mematikan dari Rusia