Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Independensi Penegak Hukum dan Amandemen UUD 1945
Undang-undang (UU) dimaksud adalah UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Editor: Hasanudin Aco
Maklum, sang ketua, Firli Bahuri, adalah perwira tinggi polisi aktif, dan polisi berada di bawah Presiden.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa aparat penegak hukum, yakni polisi dan jaksa, tidak independen.
Karena tidak independen, maka mereka gagal menegakkan kebenaran dan mewujudkan keadilan yang merupakan tujuan akhir dari cita-cita negara hukum seperti Indonesia.
Aparat penegak hukum juga gagal menegakkan prinsip equality before the law atau kesetaraan di muka hukum yang dianut Indonesia sebagai negara hukum.
Penegakan hukum tergantung pada selera penguasa yang tak jarang kental dengan aroma like or dislike (suka atau tidak suka). Hal ini terjadi karena Kejaksaan RI dan Polri tidak independen gara-gara kedudukannya di bawah Presiden.
Maka jangan pernah berharap jaksa dan polisi akan berani memeriksa Presiden bila ada indikasi melanggar pidana.
Acap kali Kejaksaan Agung dan Polri tersandera untuk melakukan "law action", bertindak jika ada orang yang bersinggungan dengan kekuasaan, termasuk yang berhubungan secara tidak langsung.
Ada juga pihak-pihak tertentu yang kasusnya dibuat menggantung atau berjalan di tempat.
Demi independensi jaksa dan polisi, mungkinkah UUD 1945 diamandemen kembali, khususnya untuk memperjelas kedudukan Kejaksaan RI dan Polri agar tidak berada di bawah subordinasi Presiden, sehingga aparat penegak hukum bisa bersikap independen?
Dengan independensi maka mereka akan dapat menegakkan kebenaran dan keadilan. Mereka tidak akan lagi bisa digunakan sebagai alat politik kekuasaan untuk menyalaggunakan kekuasaan itu sendiri atau abuse of power.
Esensi tujuan independensi adalah bahwa hukum sebagai alat untuk mendapatkan kepastian hukum dan keadilan, dan dalam rangka itu maja kepolisian dan kejaksaan sejarusnya.lepas dari pengarruh kekuasaan, serta tidak diintervensi, sebagaimana peradilan yang bebas dan merdeka.
Ingat pula adagium Lord Acton, "the power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutly".
Jadi, siapa pun yang berkuasa, dia punya kecenderungan untuk korupsi dan melakukan penyalahgunaan kekuasaan lainnya.
Untuk itu, aparat penegak hukum harus dibuat seindependen mungkin, sehingga tidak akan bisa dimanfaatkan oleh penguasa untuk kepentingan politik mereka.
Salah satunya dengan amandemen UUD 1945.
Penulis berkeyakinan dengan perubahan sistem kekuasaan itu, maka penegakan hukum akan terwujud dengan baik, dan hukum benar- benar di atas segala- galanya atau apa yang dikenal sebagai supremasi hukum.
Hukum harus jadi panglima pembangunan.
*Dr Tengku Murphi Nusmir SH MH: Praktisi Hukum / Ketua Umum Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI).