Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Bisakah PSBB Menghadapi Virus Corona?
adanya Darurat Kesehatan yang berlaku seluruh Indonesia sehubungan dengan merebaknya wabah virus corona atau Covid-19.
Editor: Rachmat Hidayat
Oleh Yusril Ihza Mahendra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Jokowi melalui Keppres No 11/2020 tgl 31 Maret 2020 telah memutuskan adanya Darurat Kesehatan yang berlaku seluruh Indonesia sehubungan dengan merebaknya wabah virus corona atau Covid-19.
Keputusan di atas diambil hampir 1 bulan setelah Presiden Jokowi mengumkan adanya 2 (dua) pasien Corona pertama di negara kita, 2 Maret lalu. Dalam sebulan, ketika Darurat Kesehatan diumumkan, jumlah pasien postif Corona telah meningkat drastis dari 2 (dua) orang menjadi 1.528 orang. Yang meninggal 122 orang dan yang sembuh 75 orang.
Di samping itu ada ribuan orang dalam status pengawasan dan sebagaian berstatus sebagai terduga terinfeksi virus Corona yang sedang menunggu kepastian hasil test laboratorium kesehatan. Jumlah mereka makin hari makin meningkat.
Pernyataan Darurat Kesehatan yang nampak sudah terlambat ini disusul dengan terbitnya PP No 21/2020 yang mengatur pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada tanggal dan hari yang sama.
PP ini berisi pelaksanaan sebagian isi UU No 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, khusus mengenai PSBB saja, tidak mengenai materi yang lain.
Baca: Sejumlah Negara di Eropa Menolak Pakai Masker Buatan China, Dianggap Berbahaya
Dengan PP PSBB ini Pemerintah Daerah, Pemkab, Pemkot dan Pemprov dengan persetujuan Menteri Kesehatan dapat memutuskan daerahnya menerapkan PSBB. Dengan pemberlakuan PSBB itu maka daerah berwenang melakukan “pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu”.
Pelaksanan PSBB tentu tidak mudah bagi suatu darerah. Daerah2 mana saja yang orang dan barang tidak boleh masuk ke daerahnya? Sebab suatu daerah tidak berwenang membuat aturan yang menjangkau daerah lain di luar yurisdiksinya.
Apakah untuk efektifitas pembatasan mobilitas orang dan barang itu, Pemda setempat dapat meminta bantuan polisi atau malah TNI misalnya. Hal itu tidak diatur dalam PP No 21 Tahun 2020 ini.
Baca: Rumah Sakit Darurat Pulau Galang Disiapkan Untuk Mengantisipasi Lonjakan Pasien Corona
UU No 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan juga tidak memberikan kewenangan kepada polisi untuk mengawasi keluar masuknya orang di daerah yang memberlakukan PSBB. Pemda paling hanya dapat mengerahkan Satpol PP yang memang berada di bawah Pemda.
Polisi baru berwenang melakukan pengawasan keluar masuk orang dari suatu wilayah ke wilayah lain, jika Pemerintah Pusat memutuskan untuk melaksanakan “Karantina Wilayah” sebagaimana diatur Pasal 54 ayat (3) UU No 6 Tahun 2018.
Karantina Wilayah hampir sama dengan lockdown yang dikenal di negara-negara lain seperti Malaysia dan Philipina. Suatu daerah atau suatu kota dinyatakan tertutup, orang tidak diizinkan keluar atau masuk ke daerah atau kota itu.
Pemerintah memang tidak memilih menerapkan Karantina Wilayah karena mungkin kuatir dengan masalah ekonomi. Pemerintah juga mungkin tidak akan mampu menyediakan kebutuhan dasar hidup masyarakat dan hewan ternak yang ada di daerah yang diterapkan Karantina Wilayah.
Kewajiban menyediakan kebutuhan dasar masyarakat, katakanlah sembako, listrik dan air bersih di daerah yang dikenakan karantina wilayah itu sepenuhnya “menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat”, bukan tanggung jawab Pemda.