Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kota Madrid, Spanyol, yang Tiba-tiba Sepi dan Sunyi karena Virus Corona
Seolah kabar gembira yang tak terduga karena ada di posisi kedua di dunia dengan kasus Covid-19 terbanyak setelah Amerika Serikat.
Editor: Johnson Simanjuntak
Catatan Rachmadiani Lestari, Mahasiswi Indonesia di Madrid*
TRIBUNNEWS.COM - Tradisi tepuk tangan setiap pukul 8 malam untuk menghargai tenaga kesehatan hari ini terkesan lebih meriah terdengar dari apartemen saya yang terletak di kawasan Plaza Santa Barbara, Madrid, Spanyol setelah mendengar berita bahwa hari ini rekor angka kematian menurun drastis.
Seolah kabar gembira yang tak terduga karena ada di posisi kedua di dunia dengan kasus Covid-19 terbanyak setelah Amerika Serikat. Pada Sabtu (11/4/2020) dicatat bahwa kasus kematian di Spanyol turun ke angka 510 kasus, yaitu terendah semenjak 23 Maret 2020.
Pemerintah Spanyol sudah hampir genap sebulan menerapkan sistem ‘estado de alarma’ atau lockdown yang membatasi hak kebebasan warganya demi kepentingan khalayak umum yaitu menurunkan kasus baru dari Covid-19.
Sejak 16 Maret 2020, pemerintah menerapkan sistem lockdown tersebut karena kasus Covid-19 yang semakin bertambah drastis setiap harinya dari awal bulan Maret 2020.
Peraturan dan penerapan lockdown pun sangat ketat, pemerintah mengeluarkan peraturan (Royal Decree 463/2020) yang menyebutkan bahwa semua warga negara Spanyol dan yang berdomisili di negara tersebut untuk mengorbankan hak kebebasan sejenak dan tidak ke luar rumah.
![Kawasan Plaza Santa Barbara, Madrid, Spanyol](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/plaza-santa-barbara-nih2.jpg)
Ada enam situasi yang dijelaskan detail dimana warga diperbolehkan keluar rumah seperti :
1. Membeli bahan makanan, obat-obatan, dan hal penting lainnya
2. Pergi ke pusat kesehatan seperti rumah sakit dan klinik
3. Pergi bekerja untuk memberikan employment services
4. Kembali ke domisili atau tempat tinggal kita
5. Membantu warga lansia, minors, dependant, disabilitas, atau warga yang inkapasitasi “vulnerable”
6. Atau hal-hal lainya dengan justifikasi yang jelas.
Polisi pun disiagakan untuk melakukan patroli ketat di berbagai sudut kota untuk memastikan warganya menjalankan peraturan tersebut. Jika terbukti melanggar, pemerintah tidak ragu untuk memberikan denda yang cukup besar berkisar antara 100 EUR untuk pelanggaran minor dan naik hingga 30,000EUR.
Bahkan untuk kasus extreme bisa berakhir di penjara. Sekadar duduk di taman atau berolahraga pun tidak diperbolehkan karena itu tidak termasuk di list di atas.
Beberapa websites yang menyediakan bahan makanan pokok pun sangat ramai sampai supermarket online punya peraturan bahwa hanya menyediakan delivery untuk lansia, orang sakit, dan ibu hamil.
Saya pun ke luar apartemen hanya untuk kepentingan mendesak seperti membeli bahan makanan, dan juga membuang sampah yang memang dianjurkan agar tempat tinggal kita bersih. Itu pun harus segera kembali, tidak boleh berlama-lama.
Namun, mulai Senin (13/4), pemerintah memberi izin para pekerja yang tidak bisa bekerja dari rumah atau ‘work from home’ seperti buruh pabrik dan konstruksi dibolehkan kembali beroperasi namun dengan penerapan yang ketat.
Menyiapkan Tesis dan Sidang
Sebagai mahasiswi hukum tingkat akhir di IE University, situasi ini mempengaruhi tesis kesarjanaan dan sidang saya yang terpaksa harus dijalankan melalui online nantinya pada bulan Mei mendatang.
Komunikasi dengan dosen pembimbing pun kebetulan tidak ada masalah karena saya terbiasa berdiskusi jarak jauh, sebab beliau sering bepergian. Akan tetapi, dari segi edukasi menyeluruh tidak ada masalah dan malah diuntungkan karena saya juga sibuk dengan magang, selain daripada tesis dan mata kuliah akhir saya.
![Baca WhatsApp Tribunnews](https://asset-1.tstatic.net/img/wa_channel.png)