Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Guru, Puasa, dan Doa
Dengan berpuasa, orang mengorbankan kesenangan dan keuntungan sesaat, dengan penuh syukur atas kelimpahan karunia Tuhan.
Editor: Hasanudin Aco
Keserakahan bisa berwujud macam-macam: mulai dari korupsi hingga tidak peduli pada orang lain; mulai dari tidak toleran hingga membenci pihak lain yang berbeda, entah berbeda dalam hal agama, maupun suku, ras, etnik, strata sosial, dan sebagainya; mulai dari tidak peduli pada lingkungan hingga penghancuran lingkungan hidup, membabat dan membakar habis hutan-hutan, menggali Bumi habis-habisan untuk menguras isi perutnya, mengotori air dengan segala macam sampah, mengotori udara dengan polusi.
Keserakahan, kekerasan yang ada dalam hati kita yang terluka oleh dosa, tercermin dalam gejala-gejala penyakit yang kita lihat pada tanah, air, udara dan pada semua bentuk kehidupan.
Oleh karena itu bumi, terbebani dan hancur, termasuk kaum miskin yang paling ditinggalkan dan dilecehkan oleh kita. Padahal, alam ciptaan sebagai rumah umat manusia. Karena itu, kepedulian terhadap alam sangat penting.
Akibatnya apa kalau alam rusak, padahal alam iki sejatining Guru, alam itu adalah guru sejati? Serat Laodato Si, Terpujilah Engkau mengajarkan kepada kita, “karena kita, ribuan spesies tidak akan lagi memuliakan Allah dengan keberadaan mereka, atau menyampaikan pesan mereka kepada kita. Kita tidak punya hak seperti itu.”
Oleh sebab itu, gerakan keagamaan sangat penting menjadi wadah sosial yang kuat dalam masyarakat. Sebab kepedulian terhadap alam juga merupakan urusan religiusitas.
Termasuk kepedulian terhadap hutan dan ekosistem di dalamnya. Dengan berpuasa, orang menemukan diri yang sebenarnya untuk membangun pribadi yang selaras; selaras dengan alam.
Bukankah, kerusakan alam akan menimbulkan berbagai penyakit dan menghancurkan tidak hanya umat manusia tetapi juga dunia seisinya.
Puasa membebaskan diri dari ketergantungan jasmani dan ketidakseimbangan emosi. Puasa membantu orang untuk mengarahkan diri kepada sesama dan kepada Tuhan.
Kita semua harus sadar, seperti tertuang dalam ajaran luhur natas, nitis, lan netes, dari Tuhan kita ada, bersama Tuhan kita hidup, dan bersatu dengan Tuhan kita kembali.
Diharapkan, dengan berpuasa dan berdoa, kita manusia ingat semua itu; kita sadar akan sangkan paraning dumadi, dari mana kita berasal dan akan ke mana kita akan kembali.” Maka adalah tepat pertanyaanmu: Untuk apa kita berpuasa? Untuk apa kita berdoa?
Kalau pertanyaanmu diajukan kepada kaum sufistik, maka jawabannya adalah puasa merupakan salah satu alternatif riyadhah atau latihan rohani untuk melatih dan mengendalikan hawa nafsu.
Makna puasa di kalangan sufistik bertumpu pada dua hal, yaitu imsak ‘an (menahan diri) dan imsak bi (berpegang teguh pada ajaran Allah dan Rasulullah).
Dengan demikian, pada hakikatnya puasa sesungguhnya adalah menahan diri dari segala godaan syahwat, nafsu dengan selalu berpegang pada ajaran Allah. Karena berpegang pada ajaran Allah, maka puasa adalah cara atau jalan untuk melatih kesabaran dan menahan amarah; melatih untuk berempati kepada sesama; untuk bersyukur; untuk menghindarkan diri dari sifat rakus; melatih kedisiplinan dan tanggung jawab; mengajarkan untuk saling menghormati dan tepo seliro; dan tak kalah penting, puasa mengajarkan untuk lebih banyak berbagi kepada sesama.
Dari kitab-kitab yang kita baca, kita tahu akan pentingnya latihan spiritual, seperti berdoa, dzikir dan puasa.