Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
22 Tahun Reformasi: Das Sollen, Das Sein?
Soeharto menyatakan mundur dari jabatan Presiden pada 21 Mei 1998. Ini menandai berakhirnya era Orde Baru dan lahirnya era Reformasi.
Editor: Hasanudin Aco
Dalam perjalanannya tak jarang terjadi sengketa kewenangan bahkan konflik antara KPK dan Kejagung, serta KPK dan Polri.
Istilah Cicak versus Buaya pun sempat mengemuka ketika terjadi konflik antara KPK dan Polri.
Kedua, penghapusan doktrin dwifungsi ABRI. ABRI saat ini telah berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Dwifungsi, atau tentara berperan dalam dua fungsi, yakni fungsi pertahanan dan keamanan serta fungsi sosial dan politik, kini telah dihapuskan. TNI kini hanya mengemban fungsi pertahanan dengan lahirnya UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Tidak itu saja, MPR juga memisahkan TNI dan Polri melalui Ketetapan MPR No VI Tahun 2000. Polri yang semula berada di bawah Panglima TNI kini berada langsung di bawah Presiden dengan lahirnya UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri.
Mungkin karena ada shock culture (gegar budaya), yang semula di bawah bayang-bayang TNI kini berdiri sendiri dan sejajar dengan TNI, banyak kemudian oknum-oknum Polri bentrok dengan oknum-oknum TNI. Inilah efek negatifnya.
Karena sudah tak ada dwifungsi, maka bila ada prajurit TNI atau anggota Polri hendak mencalonkan diri untuk jabatan-jabatan sipil, seperti Presiden/Wapres, DPR, DPD, menteri, gubernur, bupati atau walikota, maka harus mengundurkan diri dari institusinya. Contohnya Agus Harimurti Yudhoyono saat akan maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
Ketiga, penegakan supremasi hukum, penghormatan HAM, dan pemberantasan korupsi.
Dalam rangka penegakan supremasi hukum, negara telah membentuk MK melalui UU No 24 Tahun 2003 yang diperbarui dengan UU No 8 Tahun 2011 tentang MK, dan KY melalui UU No 22 Tahun 2004 yang diperbarui dengan UU No 18 Tahun 2011 tentang KY, di samping MA yang sudah lebih dulu ada dengan UU No 14 Tahun 1985 yang diperbarui dengan UU No 5 Tahun 2004 tentang MA.
Dalam praktiknya, supremasi hukum masih jauh panggang dari api, karena penegakan hukum masih bernuansa politis sesuai selera atau kepentingan pemegang kuasa, baik di legislatif, yudikatif dan terutama di eksekutif.
Penegakan hukum belum sepenuhnya berpihak pada kebenaran dan keadilan. Pun, masih ada oknum-oknum penegak hukum nakal.
Penghormatan HAM? Selain Komisi Nasional (Komnas) HAM yang sudah ada sejak akhir era Orba, kini sudah ada Komnas Perempuan dan Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang bergerak di bidang perlindungan perempuan dan anak.
Juga ada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Pun, sudah ada UU No 23 Tahun 2002 yang diperbarui dengan UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Tapi, tak dapat dipungkiri masih banyak terjadi kasus pelanggaran HAM.