Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kembalinya Aroma NKK/BKK di Era Jokowi
NKK/BKK bertujuan membatasi kegiatan politik mahasiswa, bahkan mahasiswa dilarang berpolitik di kampus.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Dr Tengku Murphi Nusmir SH MH
TRIBUNNEWS.COM - Masih ingatkah kita akan NKK/BKK?
Ya, Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan atau disingkat NKK/BKK, adalah sebuah penataan organisasi kemahasiswaan, dengan cara menghapus organisasi kemahasiswaan yang lama berupa Dewan Mahasiswa dan diganti dengan format baru.
NKK/BKK adalah kebijakan yang dikeluarkan Presiden Soeharto pada 1977-1978 semasa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dijabat Daoed Joesoef untuk memecah gerakan mahasiswa yang masif pada saat itu.
NKK/BKK bertujuan membatasi kegiatan politik mahasiswa, bahkan mahasiswa dilarang berpolitik di kampus.
Salah satu tuntutan gerakan reformasi 1998 yang dimotori mahasiswa adalah penghapusan NKK/BKK, dan itu berhasil.
NKK/BKK sudah dihapus.
lNamun kini di era Presiden Joko Widodo, aroma NKK/BKK seakan kembali hadir meski dalam bentuk lain.
Sebuah diskusi virtual di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakrta, batal gara-gara dugaan intimidasi dan teror.
Ya, diskusi yang diinisiasi Constitutional Law Society (CLS) atau Komunitas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UGM, Jumat (29/5/2020), dibatalkan karena ada intimidasi bahkan teror yang menimpa pembicara, moderator, dan narahubung diskusi serta Ketua CLS.
Tema diskusi pun sempat berganti, dari semula "Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan" menjadi "Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan" setelah dikritik salah seorang dosen UGM bahwa diskusi tersebut mengandung unsur makar.
Kita prihatin dan sangat menyesalkan hal itu terjadi. Mengapa? Pertama, intimidasi dan teror dalam bentuk apa pun tak bisa dibenarkan baik secara etika, moral maupun hukum.
Kedua, tema tersebut mestinya tak perlu berganti, mengingat ihwal pemberhentian presiden diatur di dalam konstitusi, yakni Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Jadi tema diskusi tersebut masih dalam koridor konstitusional, tidak bisa dikatakan makar.
Apa yang perlu ditakutkan dari diskusi tersebut? Presiden tidak akan jatuh hanya gara-gara diskusi di kampus, apalagi hanya secara virtual.