Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Gajah di Pelupuk Mata yang Tak Terlihat
Dengan kecukupan materi yang dimilikinya saat ini, Suhendra hanya ingin menghabiskan sisa umurnya untuk mengabdi buat bangsa dan negara.
Editor: Hasanudin Aco
Lalu, apa yang terjadi setelah Presiden Jokowi kembali ke Jakarta? Seluruh sertifikat tanah tersebut ditarik kembali oleh perangkat desa atas perintah Bupati Langkat, katanya.
Bagi warga yang mau mengambil sertifikat tersebut harus menebus dengan uang 3 sampa 5 juta rupiah. Sungguh tak beradab kelakuan oknum aparat pemerintah daerah tersebut, dan hal ini tentu saja tak pernah diketahui Jokowi.
Atas jeritan rakyat kecil itu, Suhendra yang dibantu tim kecilnya bergerilya ke beberapa desa di pelosok Kabupaten Langkat. Beliau mengambil kembali 1.700 sertifikat yang merupakan hak rakyat tersebut.
Usaha dari Suhendra tentu saja mendapatkan perlawanan keras dari aparat desa dan kecamatan.
Namun singkat cerita berkat kegigihannya akhirnya Suhendra berhasil menarik kembali ribuan sertifikat tanah tersebut dari aparat desa dan mengembalikan kepada rakyat. Peristiwa ini juga luput dari pemberitaan media nasional.
Pada saat saya tanya, apa motivasi Suhendra sehingga melakukan hal itu? Jawabnya, "Saya hanya ingin menyelamatkan nama baik Pak Jokowi yang telah berniat baik, tapi ‘digergaji’ oleh anak buahnya di level bawah." Mak Jleb!
Melawan Mafia Sepak Bola Indonesia
Anda pasti sudah membaca berita 17 orang oknum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan mafia sepak bola ditangkap dan diproses hukum oleh Polri.
Tapi tahukah Anda bahwa Suhendra Hadikuntono yang merupakan Ketua KPSN (Komite Perubahan Sepak Bola Nasional) yang menginisiasi pembongkaran kasus itu?
Suhendra begitu gemas dengan semakin maraknya mafia sepak bola di Indonesia. Dia dibantu beberapa orang kemudian membentuk KPSN, dan hebatnya Suhendra pula yang membiayai semua kegiatan KPSN, bahkan membiayai sebagian kegiatan operasional aparat kepolisian untuk menangkap para mafia sepak bola.
Suhendra pula yang membiayai beberapa pertemuan KPSN dengan pemilik suara (voters) PSSI.
Saat saya tanya, sudah habis berapa untuk membongkar mafia sepak bola ini? Beliau hanya tersenyum kecil, "Hanya beberapa M-lah."
Kemudian saya kejar lagi, apakah Bapak punya niat menjadi Ketua Umum PSSI? Dia menggeleng keras.
"Saya tidak ingin jadi apa-apa. Saya hanya ingin sepak bola Indonesia kembali ke marwahnya sebagai alat pemersatu dan kebanggaan bangsa dan negara."