Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Harapan Keadilan bagi Novel Baswedan dan Publik Terletak pada Nurani Majelis Hakim
Petrus: Melihat pandangan dan penilaian JPU dalam kasus Terdakwa Rahmat Kadir Mauhlete dan Rony Bugis, nampak sangat jelas kerancuan
Editor: Malvyandie Haryadi
Penulis: Petrus Selestinus, Koordinator TPDI dan Advokat Peradi
TRIBUNNERS - Dua terdakwa penyiram air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis, telah dituntut hukuman 1 (satu) tahun penjara, oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tanggal 11 Juni 2020.
JPU dalam Surat Tuntutannya berpendapat dan menilai bahwa kedua Terdakwa terbukti melakukan penganiayaan berencana yang mengakibatkan luka-luka berat.
Mestinya JPU tetap berpegangan pada Dakwaan Primer yaitu penganiayaan berat sesuai ketentuan pasal 355 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca: Komisi Kejaksaan Minta Keterangan Novel Baswedan Terkait Sidang Penganiayaan
Namun anehnya JPU menganulir Dakwaan Primer dan memilih Dakwaan Subsider yaitu melanggar pasal 353 ayat (2) jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan meminta Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis dengan pidana selama 1 tahun dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan.
Anomali dalam tuntutan pidana
Melihat pandangan dan penilaian JPU dalam kasus Terdakwa Rahmat Kadir Mauhlete dan Rony Bugis, nampak sangat jelas kerancuan atau anomali berpikir dan bersikap dari JPU dengan subyektivitas yang tinggi.
Sehingga nilai dari fakta-fakta yang sudah terverifikasi dan tervalidasi dalam persidangan diabaikan oleh JPU sendiri dan tanpa beban menuntut kedua Terdakwa dengan pidana penjara hanya 1 (satu) tahun.
Baca: Jaksa Agung Tak Terima Berkas Tuntutan Kasus Novel Baswedan
Bagaimana JPU bisa sekektika masuk pada kesimpulan sesat bahwa cairan yang disiram itu tidak disengaja mengenai mata Novel, padahal target Terdakwa ingin membuat korban Novel sengsara.
Sebagai orang terlatih, anggota Polisi dan punya akal sehat, Terdakwa seharusnya patut menduga bahwa air keras yang hendak disiramkan ke arah Novel bisa saja mengenai mata Novel apalagi diarahkan ke bagian atas atau wajah Novel dan sesuai target.
Baca: Majelis Hakim Jadwalkan Putusan Perkara Penganiayaan Novel Baswedan 16 Juli 2020
Hal ini relevan dengan pernyataan JPU bahwa dalam melakukan perbuatannya Terdakwa telah merencanakan terlebih dahulu yaitu penganiayaan berat dengan target membuat luka berat pada diri Novel Baswedan, tercapai dan nyaris sempurna, sehingga Dakwaan Primer yaitu penganiayaan berat sesuai ketentuan pasal 355 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, seharusnya dipertahankan.
Pertanyaan di atas, sangat relevan karena pada saat yang sama JPU menyatakan bahkan membuktikan bahwa Terdakwa melakukan perbuatannya direncanakan terlebih dahulu yaitu penganiayaan berat dengan target membuat luka berat pada diri Novel Baswedan, semakin berat penderitaan yang dialami Novel, maka target Terdakwa tercapai dengan sempurna dan target itu tercapai.
Ini jelas sikap inkonsistensi dan main-main dari JPU yang menilai kedua terdakwa tidak memenuhi unsur-unsur dakwaan primer soal penganiayaan berat sesuai ketentuan Pasal 355 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dengan alasan cairan yang disiram Rahmat tidak disengaja mengenai mata Novel, karena menurut JPU, cairan itu awalnya diarahkan ke badan Novel, tanpa menyebut bagian badan yang mana.