Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Saatnya Bersatu Sukseskan Piala Dunia U-20

Shin Tae-yong (STY), manajer-coach tim nasional Indonesia ke Piala Dunia U20, Mei-Juni 2021, tiba kembali di tanah air

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Saatnya Bersatu Sukseskan Piala Dunia U-20
dok pribadi
Pelatih asal Korea Selatan, Shin Tae-yong (STY) bersama M Nigara, wartawan olahraga senior 

OLEH: M. Nigara

Shin Tae-yong  (STY), manajer-coach tim nasional Indonesia ke Piala Dunia U20, Mei-Juni 2021, tiba kembali di tanah air.

Mantan pelatih tim nasional Korea Selatan di Piala Dunia senior 2018 di Rusia, Rabu (22/7/2020) malam, tiba dari Seoul, Korsel dengan seluruh asistennya.

Tibanya STY di Jakarta, diharapkan untuk sementara waktu dapat meredam isu-isu yang selama ini beredar. Sekedar mengingatkan, STY beberapa kali batal datang meski sebelumnya sudah dijadwalkan. Selain itu, polemik sempat terjadi terkait pernyataan mantan pelatih yang mempermalukan Jerman di Piala Dunia 2018, di media Korsel.

Hadirnya STY di sini hendaknya dapat menjadi momen untuk kita bersatu dan menyatu. Bahwa ada perbedaan, ada ketidak cocokan pandangan, itu adalah hal yang lumrah.

Tetapi untuk menghadapi gelaran Piala Dunia U-20 tahun depan, kita membutuhkan kebersamaan. Kita membutuhkan suasana yang kondusif.

Bung Tomo, 10 November 1945, telah memberikan pelajaran tentang nasionalisme, tentang kebersamaan, tentang keberanian, dan tentang keyakinan.

Berita Rekomendasi

Dengan pekik Allahu Akbar, Bung Tomo menggelorakan perlawanan yang hasilnya bisa kita nikmati bersama hingga hari ini.

Apa pun agama, suku, latar belakang, semua bahu-membahu. Melihat tekad dan kesungguhan itu, Allah memberikan pertolongan. Allah membuat yang tak mungkin menjadi mungkin.

Selain itu, saya ingin mengajak kita semua untuk mundur ke tahun 1980an menjelang pertengahan. Saya dan rekan-rekan wartawan peliput sepakbola seangkatan, sebut saja: Yesayas Oktovianus (Kompas), Eddy Lahengko (Suara Pembaruan), Bambang Seokendro (Berita Buana), Salamun Nurdin (Pelita), Mardi (Merdeka), Alfon Suhadi (Suara Karya) menjadi saksi sejarah.

Saat itu, beberapa personil dari JFA (Japan Football Assotiation), dan KFA (Korean Football Assotiation) datang ke Indonesia. Mereka berguru tentang kompetisi non-amatir di sini.

Indonesia adalah negara Asia pertama yang memiliki kompetisi non-amatir bernama Galatama (Liga Sepakbola Utama). Kompetisi itu juga dilahirkan oleh para wartawan senior: Ardi Syarif (Pos Kota), Tabrin Tahar (Majalah Olympic), Valens Doy, Sumohadi Marsis, Kadir Yusuf (Kompas), Zuhri Husein (Merdeka), Herry Komar (Tempo).

Selain Galatama, kita juga punya Perserikatan dan Galakarya. Jepang dan Korsel mengkombinasi dua unsur itu menjadi Liga J dan Liga Korsel. Posisinya menggunakan Galatama dan pendanaannya meniru Galakarya.

Sekedar mengingatkan, Galakarya ada liga yang seluruh biayanya didukung oleh BUMN-BUMN dan BUMD-BUMD. Galakarya sendiri dibentuk untuk memberi penghormatan pada para pemain yang usianya sudah di atas 32. Tidak mungkin bersaing secara fisik dengan anak-anak muda, tapi potensinta masih ada.

Halaman
12
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas