Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
BUMN yang Selalu Gaduh, Luar Dalam Berseteru
Ada banyak tarik menarik kepentingan di BUMN. Mulai kepentingan bisnis, kepentingan politik hingga kepentingan ideologi.
Editor: Setya Krisna Sumarga
OLEH : INDRA BARUNA, Penulis Lepas/Blogger/Wiraswasta
BUMN dengan aset 8.000 triliun itu ikut memutar dua per tiga ekonomi negara di berbagai sektor yang terkait hajat hidup orang banyak.
Dari BUMN induk, anak dan cucu total ada 1.200 BUMN dengan tidak kurang 7.200 direksi dan komisaris.
Ada BUMN pertanian, perkebunan, gula, persenjataan, transportasi, perbankan, pariwisata, industri kereta api, produksi garam, hingga kondom.
Dalam situasi krisis ekonomi seperti sekarang pertumbuhan ekonomi anjlok menjadi minus 5,32 menjadi bukti BUMN ternyata dikelola dengan cara yang salah sehingga tidak mampu menjadi benteng ekenomi yang kuat.
Ada banyak tarik menarik kepentingan di BUMN. Mulai kepentingan bisnis, kepentingan politik hingga kepentingan ideologi antara yang pro- Pancasila dan tidak, antara yang pro NKRI serta yang tidak.
Tidak gampang mengelola BUMN, apalagi menjadi menterinya. Menjadi Menteri BUMN tidak cukup hanya mengerti bisnis, tapi juga harus memiliki nasionalisme yang teguh serta mengerti bagaimana menjalankan politik negara.
Dalam dua bulan terakhir BUMN menjadi kementerian paling gaduh dibanding kementrian lainnya. Pemicu awalnya adalah pertentangan Adian Napitupulu dengan Erick Thohir tentang besar kecil utang BUMN.
Masalah sepele yang harusnya bisa diselesaikan dengan duduk bersama, akhirnya justeru melebar ke segala arah bagai membuka kotak pandora.
Alih-alih membantah data utang, Kementerian BUMN justru menuduh Adian mengkritik karena punya kepentingan memasukkan komisaris ke BUMN.
Dituduh seperti itu akhirnya Adian buka suara, dan "rahasia" nama komisaris yang direkomendasikan adalah permintaan Presiden, dan sudah mengikuti prosedur sebagaimana di atur melalui Perpres 177 tahun 2014.
Menurut Adian menolak nama-nama yang diminta Presiden sama saja menolak Presiden dan menganggap Perpres 177 itu tidak berlaku.
Keyakinan ini menunjukan Adian tidak akan berhenti hingga "tugasnya “selesai”. Serangan balasan Kementerian BUMN pada Adian seperti membuka kotak pandora semua kebobrokan BUMN.
Satu persatu kelompok masyarakat sipil mengkritik BUMN. Kontras, Setara Institute, Walhi, Imparsial, IPW dan Infid menyoal masuknya TNI dan Polri aktif ke jajaran Komisaris BUMN.