Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Saya PKI!
Dalam kacamata lain, era tahun 1960-an merupakan perang dingin (cold war) antara Amerika Serikat versus Uni Soviet dengan sekutu masing-masing.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Anies dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi tetapi menjadi redam-senyap ketika Presiden menyatakan pemerintah mendahulukan keselamatan masyarakat dan mendukung kebijakan PSBB guna meredam laju korona.
Ditengah masyarakat, susana ketegangan antar pendukung nyaris tanpa henti dan bahkan dibiarkan dan dirawat.
Saling serang antar kelompok dan aktor di media sosial masih menjadi bacaan hangat apalagi saat riuh soal RUU HIP, RUU Cipta lapangan Kerja, TKA asal Tiongkok, isu khilafah dan pelaksanaan Pilkada.
Penentang dan pendukungya sangat mudah dipetakan: kelompok siapa dan pendukung apa. Hal itu menyebabkan kohesi sosial kian longgar sehingga cara pandangnya sampai ke hitam putih.
Dalam soal Pancasila juga demikian, seolah hanya kelompok tertentu yang paling pancasilais dan kelompok lain tidak.
Tapi dalam merumuskan kebijakan kadang mengabaikan nilai-nilai Pancasila sehingga kebijakan yang diambil sangat liberalis-kapitalis, hak-hak rakyat terabaikan dalam akses sumber-sumber ekonomi dan kesejahteraan.
Demikian halnya yang di luar pemerintahan, merasa paling benar dan jalan lurus dengan simbol-simbol relijius sebagai penarik magnet dukungan menghajar pemerintah.
Bagi masyarakat awam seperti saya, pertengkaran demikian menjadi tontonan dan bacaan asyik di rumah karena takut dengan pandemi korona.
Ajakan dan himbauan nobar G30S/PKI tak membuat saya tertarik. Mending nonton drama Korea daripada menjemput korona di pertemuan nobar tersebut.
“Menghindari lebih baik daripada mengobati”, kira-kira itu pepatah usang yang saya pegangi saat ini.
Saya mendukung pemerintah mengambil langkah dan tindakan tegas dalam penanganan korona termasuk pemberian sanksi terutama dalam penyelenggaraan pilkada.
Saya pun menghormati para pegiat KAMI yang tanpa Lelah memikirkan rakyat Indonesia dengan kritiknya yang mencerdaskan, tidak membahayakan kesehatan masyarakat dan konsisten dalam cita dan perjuangannya.
Itulah kenapa saya membuka diri dan mengaku: Saya PKI, Pemerhati Korona Indonesia.(*)