Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Chief Executive Officer atau Ketua Umum?
Sudah waktunya semua organisasi olahraga di Indonesia dikelola CEO. Ya, Chief Executive Officer, seperti perusahaan dan organisasi profesional.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Bagi seorang CEO, bukan hal penting mengirim ucapan selamat ulang tahun, ucapan belasungkawa. Terpenting adalah menyampaikan keputusan-keputusan yang berdasarkan kebutuhan dan kebaikan masa depan organisasi dan anggota-anggotanya.
Seorang CEO tahu kapan harus membuat keputusan-keputusan drastic. Mungkin menyakitkan dan membuat orang tidak senang.
Misalnya, memutuskan untuk menghentikan sebuah kompetisi di tengah jalan, kalau itu demi kebaikan jangka panjang organisasi dan seluruh anggotanya.
Seorang CEO akan bisa membedakan berbagai varian dari "rugi" dan apa itu "cut loss." Pengusaha pasti tahu, kadang lebih baik menghentikan kerugian sampai titik tertentu, asalkan bisa menata lagi untuk ke depan.
Daripada terus menumpuk kerugian dan mengajak seluruh anggotanya untuk ikut rugi sama-sama berkelanjutan.
Seorang CEO akan tahu, bahwa kepastian jadwal, kepastian regulasi, dan berbagai kepastian adalah kunci untuk kemajuan. CEO tahu itu bukan sekadar dalam tahap tataran. Melainkan sampai tahap praktis pelaksanaan.
Seorang CEO tidak akan khawatir dengan image pribadinya di depan publik. Karena ini jabatan profesional. Bukan jabatan untuk menuju jabatan yang lain.
Tentu saja, jauh lebih mudah bagi saya untuk menulis ini daripada penerapannya nanti. Apalagi untuk negara seperti di Indonesia. Di mana seorang ketua umum nasional seringkali harus dipilih oleh "ketua umum-ketua umum" lain di level provinsi dan/atau kota.
Kalau di level terendahnya saja sudah bukan jabatan profesional, bagaimana mereka bisa tahu bagaimana memilih CEO level nasional?
Jangan lupa, untuk memilih CEO level nasional itu syaratnya harus jelas. Kalau di negara maju, CEO federasi biasanya sudah punya pengalaman panjang MENGELOLA PERUSAHAAN. Khususnya perusahaan yang terkait dunia olahraga. Tidak harus olahraga yang sama, tapi olahraga.
Alangkah mengerikannya yang terjadi di Indonesia selama ini. Entah berapa puluh kali, atau berapa ratus kali, terpilih "ketua umum" yang sebenarnya tidak mengerti olahraganya.
Lebih parah lagi, kadang juga tidak mengerti bagaimana mengelola perusahaan, karena background-nya dari dunia politik atau sekitarnya.
Tidak jarang, ketua umum-ketua umum itu mengaku terus terang kalau mereka tidak tahu dunia olahraga yang dia pimpin!
Entah berapa kali sudah kita mentolerir yang seperti ini. Kita sering mencoba menghibur diri. Misalnya dengan berharap walau ketua umum itu mungkin memang tidak mengerti, tapi dia mau belajar dan kemudian bisa berbuat baik untuk olahraga itu.