Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
PSI, Kalian Tak Sendiri!
Namun, setelah memicu polemik gara-gara "nyanyian" PSI, rencana kenaikan gaji dan tunjangan itu dibatalkan.
Editor: Hasanudin Aco
Komponen anggaran ini agak berbeda dengan tahun 2020. Sebelumnya, gaji pokok anggota DPRD DKI dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan jabatannya.
Ketua DPRD mendapat Rp 168 juta, empat Wakil Ketua DPRD mendapat masing-masing Rp 128 juta, dan 101 anggota DPRD mendapat masing-masing Rp 129 juta.
Pendapatan tersebut belum dipotong Pajak Penghasilan (PPh) masing-masing sebesar Rp 18 juta.
Jika dirinci pada anggaran gaji, tahun 2021 nanti anggota Dewan rencananya akan beroleh gaji pokok sebesar Rp 173 juta, tepatnya Rp 173.249.250 per bulan. Itu belum dipotong PPh sebesar Rp 18 juta.
Artinya, gaji pokok anggota Dewan akan naik sebesar Rp 44 juta per bulan pada 2021.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan tahun 2020, gaji dan anggaran kegiatan anggota DPRD DKI Jakarta akan naik sebesar Rp 569,6 juta (Kompas.com, 2 Desember 2020).
Namun, setelah memicu polemik gara-gara "nyanyian" PSI, rencana kenaikan gaji dan tunjangan itu dibatalkan.
Kini, PSI dikucilkan. Tapi, simaklah apa kata PSI. "Apa pun yang terjadi, kami akan terus menyuarakan kepentingan rakyat. Kami terus berkomitmen menjaga uang rakyat.
Tentunya pilihan yang diambil kami kemarin akan membawa konsekuensi secara politik," kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI DKI Jakarta Michael Victor Sianipar, Senin (14/12).
Seorang pendekar sejati memang tak pernah takut untuk berjalan sendiri. Itulah PSI kini. Entah esok atau lusa. Sebab di dalam politik itu tak ada kawan atau lawan abadi. Yang abadi adalah kepentingan.
Terlepas dari sikap PSI, bila usulan kenaikan gaji dan tunjangan yang sangat fantastis kemarin itu jadi disahkan, lalu logika semacam apakah yang dapat menjelaskan?
Tunjangan perumahan akan naik menjadi Rp 110.000.000 per bulan. Akal sehat semacam apakah yang dapat menjelaskan hal ini?
Apa para wakil rakyat itu memang belum punya rumah? Lalu selama ini mereka tinggal di mana: hotel, apartemen, rumah kontrakan atau lainnya?
Tidakkah mereka tahu bahwa di Ibu Kota masih banyak orang tinggal di atas sungai, kolong jembatan, kolong jalan tol, atau bahkan menjadi "manusia gerobak"?